Our social:

Latest Post

Sabtu, 31 Desember 2016

Sejarah Peninggalan Maja Pahit

A. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT 

Setelah Raja Kertanegara wafat dalam penyerangan Jayakatwang dari Kediri, maka berakhir pula riwayat Kerajaan Singasari. Raja Kertanegara beserta semua pembesar istana tewas dalam penyerangan tersebut. Sementara itu, Raden Wijaya(menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri dan meminta perlindungan kepada Aria Wiraraja (Adipati Sumenep) di Madura. 
Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya bisa diampuni oleh Jayakatwang dan kemudian menjadi orang kepercayaan raja Kediri tersebut. Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah Raden Wijaya dihadiahi Hutan Tarik oleh Jayakatwang. Raden Wijaya beserta pengikutnya yang setia membuka hutan Tarik(wilayah Trowulan, Mojokerto) untuk dihuni. Disinilah asal mula berdirinya Majapahit. Kata Majapahit sendiri diambil dari buah Maja yang rasanya pahit. Karena hutan Tarik banyak sekali buah Maja. 
Pada tahun 1293 pasukan Kubilai Khan dari Cina datang dengan tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Singasari. Mereka tidak mengetahui bahwa Singasari telah hancur. Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava untuk membalas dendam kepada Raja Jayakatwang. Dengan siasat dari Aria Wiraraja, dikatakanlah bahwa Raja Jawa itu adalah Jayakatwang, maka bergabunglah pasukan Raden Wijaya dengan pasukan mongol untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Dalam waktu singkat, Kerajaan Kediri hancur dan Raja Jayakatwang terbunuh. Pasukan Kubilai Khan kembali ke pelabuhan, namun di tengah perjalanan pasukan Raden Wijaya dengan bantuan pasukan Singasari dari Sumatera dan tambahan bala tentara dari Kadipaten Sumenep menyerang pasukan tersebut. Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Menurut kidung Harsa Wijaya penobatannya itu terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka (12 Nopember 1293 M). 
B. RAJA-RAJA KERAJAAN MAJAPAHIT
1. Kertajasa Jawardhana atau Raden Wijaya (1293 – 1309)
Raden Wijaya mempunyai 4 orang istri (keempatnya adalah putri Raja Kertanegara (Raja Singasari terakhir) : 
1. Dyah Sri Tribuaneswari (karena sebagai putri sulung maka menjadi permaisuri) dikaruniai seorang anak laki-laki yang kemudian sebagai putra mahkota bernama Jayanegara 
 2. Dyah Dewi Narendraduhita (tidak mempunyai putra)
3. Dyah Dewi Prajna Paramita (tidak mempunyai putra)
4.Dyah Putri Gayatri (sebagai putri bungsu dijadikan Rajapatni) dikaruniai 2 orang putri bernama “Tribuanatungga Dewi Jaya Wisnuwardhani (menjadi Bhre Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa (menjadi Bhre Daha)
   
Semasa berkuasa Raden Wijaya memerintah dengan bijaksana. Semua yang berjasa dalam berdirinya Majapahit diberi imbalan. Arya Wiraraja diberi kekuasaan di wilayah timur. Ronggolawe (anak dari Aria Wiraraja) diberi jabatan sebagai Adipati Tuban. Sementara itu Nambi diangkat sebagai mahapatih. Lembu Sora dan Gajah Biru diangkat sebagai panglima perang. Sayang, pengangkatan Nambi sebagai mahapatih ternyata menimbulkan kecemburuan pada diri Ronggolawe. Dia merasa bahwa seharusnya Lembu Soralah yang diangkat menjadi mahapatih karena Nambi dinilai tidak besar jasanya terhadap berdirinya Majapahit. Akhirnya Ronggolawe pun memberontak terhadap Kertarajasa.  Raja Kertarajasa memerintahkan Nambi didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menumpas pemberontakan Ronggolawe. Pada pertempuran di sungai Tambak Beras, Kebo Anabrang berhasil membunuh Ronggolawe secara kejam. Melihat keponakannya dibunuh secara kejam oleh Kebo Anabrang, Lembu Sorapun akhirnya membunuh Kebo Anabrang.
   
Raja Kertarajasa Jayawardhana wafat pada tahun 1309 dan dimakamkan di Simping (Blitar) sebagai Syiwa dan sebagai Budha di Antahpura (dalam kota Majapahit), sedangkan arca perwujudannya adalah “Harihara” yaitu Wisnu dan Syiwa dalam satu arca. 
2. Jayanegara (1309-1328) 
Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kepemimpinan Jayanegara kurang bijaksana dan kurang berwibawa. Pada masa pemerintahannya banyak ditandai oleh pemberontakan-pemberontakan, semua yang berjasa mengantarkan Raden Wijaya menjadi raja Majapahit merasa tidak puas dengan pemerintahan Jayanegara dan akhirnya memberontak antara lain: pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru Demung dan Gajah Biru, pemberontakan Nambi, pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi. Pemberontakan terakhir merupakan pemberontakan yang paling besar dan berbahaya, pasukan Ra Kuti berhasil menguasai ibukota kerajaan sehingga Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke Bedonder. Atas usaha pasukan Bhayangkari pimpinan Gajah Mada pemberontakan Ra Kuti dapat dipadamkan. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Ra Tanca. Ra Tanca sendiri akhirnya tewas ditangan Gajah Mada saat itu juga.
   
Jayanegara tidak mempunyai keturunan, oleh karena itu Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani untuk menjadi ratu Majapahit. 
3. Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Tribhuwana Tunggadewi memerintah dibantu dengan suaminya yaitu Kertawardhana. Pada saat pemerintahannya terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta, pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih menggantikan Mpu Nala, pada saat pelantikannya Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut :
Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring Gurun, ring seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman isun amukti palapa”.
Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. 
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Karena pada tahun 1350 Rajapatni Dyah Dewi Gayatri meninggal, maka Tribuana Tungga Dewi terpaksa turun tahta dan digantikan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk. Menurut Pararaton, Tribhuwana Tunggadewi didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.

4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1351-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab Negarakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri Baduga Maharaja. 

Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
 
5. Wikramawardhana (1389-1429)

Pengganti Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani. Namun dalam prakteknya sang suami Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit, yaitu daerah Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi disebut perang Paregreg. Wikramawardhana meninggal tahun 1429.

6. Suhita bergelar Dyah Ayu Kencana Wungu memerintah tahun 1429 - 1447
7. Kertawijaya bergelar Brawijaya I memerintah tahun 1447 - 1451
8. Rajasa wardhana Brawijaya II memerintah tahun 1451 - 1453
9. Purwawisesa atau Girishawardhana  bergelar Brawijaya III memerintah tahun 1456 - 1466
10. Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa bergelar Brawijaya IV memerintah tahun 1466 - 1468
11. Bhre Kertabumi bergelar Brawijaya V memerintah tahun 1468 - 1478
12. Girindrawardhana bergelar Brawijaya VI memerintah tahun 1478 - 1498
13. Patih Udara memerintah tahun 1498 - 1518 ( wikipedia raja raja majapahit )

C. MASA KEJAYAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit terjadi saat dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Patihnya yaitu Gajah Mada.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

D. RUNTUHNYA KERAJAAN MAJAPAHIT

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.

Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1518.

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.

Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

F. PENINGGALAN SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT

Klik Link di atas untuk membuka..


Referensi :
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-majapahit.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit 
Demikian artikel tentang Sejarah Kerajaan Majapahit Lengkap meliputi Awal berdirinya Kerajaan Majapahit, Raja-raja Kerajaan Majapahit, Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit, Runtuhnya Kerajaan Majapahit, dan Peninggalan  Kerajaan Majapahit (Candi, prasasti, dan bangunan lainya). Semoga dapat menambah pengetahuan kita.....

Selamat Menyambut Tahun 2017

Masa lalu adalah sejarah
Hari ini adalah goresan
Hari esok adalah harapan
Selamat datang 2017
Seiring perginya kenangan
Menyambut harapan

Detik berganti menjadi menit
Menit berlalu berganti menjadi jam
Waktu yang singkat seperti mimpi
Jadilah tahun ini lebih indah dibanding
Tahun yang lalu
Selamat tahun baru 2017

Kesempatan yang terbuang di tahun kemarin pastilah akan datang kesempatan yang lebih besar di tahun depan, karena kesempatan itu datang berulang-ulang tentunya walapun beda dan tak sama.

Akibat Sobis Dapat Rumah,Mobil Mewah

SIDRAP, BKM — Komplotan jaringan penipuan yang bermarkas di Kabupaten Sidrap, kembali dibongkar. Kali ini dilakukan oleh Tim Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya.
Sebanyak lima orang passobis (sebutan pelaku penipuan melalui telepon yang marak di Sidrap) ditangkap dalam sebuah operasi yang dilakukan, Selasa (16/2) dinihari lalu. Setelah dilakukan pengembangan selama seminggu, polisi kemudian merilis barang bukti dan para tersangka, Selasa (23/2).
Lima orang komplotan passobis yang ditangkap itu masing-masing Hendra (34), Aldi Sofyan (23), Zainuddin (49), Robbi (32) dan Burhanuddin (33). Mereka dibekuk di kampungnya, Kelurahan Tanru Tedong, Kecamatan Dua Pitue, Sidrap.
Informasi yang diperoleh dari kampung halaman pelaku, Hendra dikenal sebagai ‘raja’ sobis. Sebelum menjadi orang kaya baru dari hasil menggeluti bisnis tipu menipu, Hendra pernah berprofesi sebagai pengemudi becak motor (bemor) di kampungnya.
“Saya kenal dia (Hendra). Dia teman akrab saya dan tetangga juga. Tapi sejak sejak jadi passobis, orangnya agak tertutup terhadap orang di sekitarnya. Sebelum seperti sekarang, dia pernah jadi pabbemor sebelumnya,” ungkap La Baim, warga Tanru Tedong yang dihubungi melalui telepon selularnya, kemarin.
Kapolres Sidrap AKBP Anggi Naulifar Siregar melalui Kasat Intelkam AKP Fantry Taherong, membenarkan pengungkapan sindikat passobis di wilayahnya oleh tim Jatanras Polda Metro Jaya.
“Sebelum turun ke Sidrap, tim Jatanras Polda Metro Jaya sudah lebih awal menyampaikan kepada kami tentang aktifitas Hendra cs di Tanrutedong,” ungkap Fantry yang dihubungi, kemarin.
Menurut Fantry, komplotan Hendra Cs merupakan salah satu passobis kelas kakap yang selama ini sudah masuk daftar target operasi Polres Sidrap.
“Jaringan Hendra ini masuk dalam daftar target operasi kita. Hanya saja Polda Metro lebih dulu menelusurinya, karena korban-korbannya melapor di Jakarta,” lontar Fantry.
Dijelaskan Fantry, semua komplotan passobis di Sidrap memang tidak saling terkait satu sama lainnya. “Passobis di Sidrap ini masing-masing berdiri sendiri dan berkelompok. Mereka punya jaringan ke bawah dan bekerja secara tim. Kelompok Hendra ini memang terbesar di Sidrap,” terangnya.
Setelah komplotan Hendra, diakui Fantry, masih ada kasus serupa yang dalam tahap pengembangan. Jaringan mereka bahkan lebih besar lagi.
”Sindikat Hendra dan Robbi Cs sudah terungkap. Tapi masih ada target kita yang lebih besar dari keduanya. Tunggu saja. Anggota masih melakukan pengembangan di lapangan,” tandasnya.
Dari kasus sobis Hendra Cs, terungkap jika jurangan sobis ini memiliki harta yang cukup banyak. Hendra diketahui memiliki rumah yang paling mewah dibanding tetangganya di Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidrap.
“Rumahnya besar. Bentuknya panggung terbuat dari kayu ulin. Satunya lagi ada rumah batu permanen,” ujar Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Suharyanto di Mapolda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (22/2).
Sementara rumah milik Robbi berdiri tegak bercat hijau dan kuning dengan ketinggian dua lantai.
Rumah tersebut telah disita sebagai barang bukti. Termasuk tiga unit mobil, masing-masing Honda CRV bernopol DP 471 AC, Honda Freed DP 1216 MA dan Daihatsu Grand Max DD 8921 OC. Selain itu, disita pula 26 kartu ATM serta sejumlah barang bukti lainnya.
Sindikat passobis ini sudah meraup omzet sekitar Rp10,1 miliar selama satu tahun melakukan tipu-tipu via online shop.
Dari pengakuan para pelaku, mereka melakukan penipuan melalui situs jual beli online, seolah-olah menjual peralatan elektronik, gadget, mobil dan motor bekas serta barang lainnya. Kelompok ini juga melakukan penipuan dengan modus mengirimkan kupon undian berhadiah.
“Tersangka Hendra ini punya dua yakni mobil, Honda CRV warna putih dan Daihatsu Grand Max warna biru. Semunya sudah kita sita. Barang bukti itu sudah dibawa ke Jakarta untuk kepentingan penyidikan, kecuali rumah panggung dan bangunan permanen, hanya kita berikan polisi line,” terang Suharyanto.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Mujiyono mengatakan, pihaknya menjerat para pelaku, selaindengan 378 KUHP juga dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Untuk hasil kejahatan lainnya, termasuk rumahnya, apakah hasil kejahatan atau bukan, masih kami telusuri. Termasuk rekening mereka akan kita blokir,” tegas Mujiyono.
Menurutnya, lima orang sindikat penipuan kelompok asal Sidrap ini ditangkap sepekan sebelum diumumkan ke publik oleh Tim Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Para pelaku, kata Mujiono, memanfaatkan situs jual beli online dengan omzet yang telah diraupnya mencapai Rp10,1 miliar selama setahun operasi.
“Para pelaku ini memanfaatkan situs jual beli online, seolah-olah menjual barang elektronik, padahal barangnya tidak ada,” ujar Kombes Mujiyono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta.
Mujiyono menjelaskan, komplotan ini ditangkap atas laporan masyarakat ke Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya sepanjang tahun 2015. Total ada 93 pelapor yang merasa dirugikan oleh para pelaku ini.
“Laporannya macam-macam. Ada yang tertipu jual beli online, ada juga yang tertipu hadiah undian. Setelah diselidiki ternyata pelakunya kelompok ini semua. Total kerugian dari 93 LP ini mencapai Rp10,1 miliar,” jelas Mujiyono.
Mujiyono mengungkap, modus operandi para pelaku adalah dengan memanfaatkan internet. Mereka membuat akun palsu di website dengan menggunakan nama situs jual beli online.
Di situs jual-beli online tersebut, para pelaku memasang iklan seolah-olah menjual barang elektronik, motor, jam tangan, batu akik, mobil hingga gadget. Setelah terjadi kesepakatan harga, para pelaku kemudian meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang untuk pembelian barang tersebut.
“Setelah ditransfer uangnya, barangnya ternyata tidak kunjung dikirim karena memang tidak ada barangnya,” cetusnya.
Untuk itu, Mujiyono mengimbau agar masyarakat, khususnya yang sering menggunakan situs jual beli online untuk berhati-hati dan benar-benar melakukan verifikasi. “Masyarakat jangan mudah percaya dengan tawaran dengan harga murah. Sebaiknya lebih teliti lagi dalam jual beli online,” tambahnya.
Para pelaku masing-masing berperan sebagai pemilik rekening penampungan, membagikan keuntungan, penyedia rekening, memasang iklan di website, membuat brosur undian berhadiah dan mencari sasaran.
Dari para pelaku, polisi menyita 32 rekening Bank BRI, Mandiri, BNI, Muammalat dan BCA berikut kartu ATM-nya. Juga ada satu unit CPU, satu unit laptop, mobil Honda CRV warna putih, mobil Honda Freed warna putih, mobil bak terbuka Daihatsu Grand Max dan satu unit motor Yamaha Mio.
“Para pelaku kami kenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” pungkasnya.

Kenyataan Mahasiswa Masa Kini

'''Hidup Mahasiswa'''
Dulu, ketika mendengar nama mahasiswa, maka orang akan berdecak kagum dan iri. Dulu, ketika seseorang menjadi mahasiswa maka kebanyakan orang akan menjalani kuliahnya dengan serius dan tekun. Dulu, mahasiswa senang dan bersemangat ketika mendapat tugas yang banyak dan berat dari dosen.

Itu semua dulu. Beda sekali dengan keadaan mahasiswa sekarang. Di era milenium ini, budaya, kebiasaan dan karakter mahasiwa sudah berubah. Perubahan ini cenderung ke arah perubahan yang aneh. Khususnya mahasiswa negeriku Indonesia.

Kalau dulu jika tidak ada jam kuliah, biasanya mahasiswa berbondong-bondong memasuki perpustakaan untuk membaca buku sendiri ataupun secara kelompok membahas materi bersama-sama. Tapi sekarang, jika ada jam kuliah yang kosong, rata-rata mahasiswa berbondong-bondong menuju kantin untuk makan, taman untuk ngerumpi bagi yang cewek, online facebook, twitter, bahkan ada yang ke mall untuk shopping atausekedar cuci mata saja.
Kalau mahasiswa dulu, akan kecewa ketika mendengar dosennya datang dan izin untuk tidak mengajar pada saat itu. Tapi sekarang, ketika mahasiswa mendengar hal tersebut, maka satu kata yang mereka akan ucapkan dengan keras dan serentak, adalah “Horeeeeee!”.Mereka merasa senang karena itu artinya mereka bebas dari kewajiban belajar saat itu. Mereka dalam hal ini adalah rata-rata mahasiswa sekarang pada umumnya.

Kalau mahasiswa dulu, akan membaca materi yang akan dibahas esok hari pada malam harinya. Tetapi mahasiswa sekarang hanya akan membaca materi ketika esok harinya akan ujian. Jadi ketika ada ujian mendadak, mereka akan serentak mengatakan, “Tidakkkkk!”, atau “Yahh, Ibu/Bapak, tundalah Bu/Pak ujiannya,belum belajar ni Bu/Pak!”.

Hal-hal diatas adalah fakta yang terjadi ditengah kehidupan mahasiswa Indonesia saat ini. Tentunya tidak semua mahasiswa Indonesia yang bertindak dan berfikir seperti itu, tetapi mahasiswa pada umumnya saat ini. Jika mahasiswa saat ini tidak berlaku dan bertindak seperti itu, berarti dia adalah mahasiswa yang tidak pada umumnya, yaitu Mahasiswa Luar Biasa.

Hal ini berakibat mahasiswa saat ini kurang kreatif dan tidak mandiri. Mereka rata-rata hanya menunggu materi dari dosen dan enggan untuk mengembangkannya dengan mencari referensi lain diluar jam kuliah.

Sebenarnya Mahasiswa sekarang rugi ketika dosen tidak bisa mengajar ataupun dosen telat mengajar, karena mendapat pelajaran dari dosen adalah hak semua mahasiswa.Anehnya mahasiswa sekarang senang jika haknya tidak terpenuhi. Padahal mereka sudah memenuhi kewajiban mereka yang salah satunya membayar uang kuliah.

Realita ini harus kita renungkan bersama, khususnya kita sebagai seorang mahasiswa.Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, takutnya akan menjadi budaya turunan bagi mahasiswa generasi masa depan. Jika hal itu terjadi, mau dibawa kemana negara ini jika mahasiswa yang notabene sebagai agent of change saja bertindak seperti itu. Jadi, ayo teman-teman mahasiswa,rubah budaya yang tidak baik ini dan jadilah mahasiswa yang dapat menjadi agent of change untuk negara yang lebih baik.

Nurcholish Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, merupakan ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ia cendekiawan muslim milik bangsa. Gagasan tentang
pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual muslim terdepan. Terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa.
Cak Nur lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Dari kedua orang tuanya, dia mewarisi darah intelektualisme dan
Aktivisme dua organisasi besar Islam di Indonesia yang sangat berpengaruh yaitu Masyumi yang “modernis” dan
Nahdlatul Ulama (NU) yang “tradisionalis”.
Nurcholish memperoleh pendidikan dasarnya di Madrasah al-Wathaniyyah yang diasuh oleh ayahnya. Kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Pesantren Dar al- `?lum, Jombang. Pesantren ini salah satu pusat penting kaderisasi tradisionalisme Islam NU. Karena merasa tidak puas, dia kemudian minta kepada ayahnya untuk dipindahkan ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur. Sebuah pesantren modern yang aspirasi keIslamannya lebih dekat kepada modernisme Islam Masyumi.
Prestasi Cak Nur lebih terukir di pentas pemikiran. Terutama pendapatnya tentang soal demokrasi,
pluralisme, humanisme, dan keyakinannya untuk memandang modernisasi atau modernisme bukan sebagai Barat, modernisme bukan westernisme. Modernisme dilihat Cak Nur sebagai gejala global, seperti halnya demokrasi.
Tahun 1962, Nurcholish hijrah ke Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Jakarta (Sekarang Universitas Islam Negeri). Saat kuliah di IAIN ini dia mulai berkiprah di organisasi ke mahasiswa an Himpunan Mahasiswa (HMI), yang didirikan pada tahun 1947. Dia menyelesaikan studi kesarjanaan IAIN Jakarta tahun 1968. Kemudian tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan khalam Ibnu Taimiya.
Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi masinis kereta api. Namun, setelah dewasa malah menjadi kandidat masinis dalam bentuk lain, menjadi pengemudi lokomotif yang membawa gerbong bangsa meniti jalan pembaruan.
Sebenarnya menjadi masinis lokomotif politik adalah pilihan yang lebih masuk akal. Nurcholish muda hidup di tengah keluarga yang lebih kental membicarakan soal politik ketimbang mesin uap. Keluarganya berasal dari lingkungan
Nahdlatul Ulama (NU) dan ayahnya, Kiai Haji Abdul Madjid, adalah salah seorang pemimpin partai politik Masyumi.
Saat terjadi “geger” politik NU keluar dari Masyumi dan membentuk partai sendiri, ayahnya tetap bertahan di Masyumi. Sahabat Cak Nur, Utomo Dananjaya,
Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina mengatakan, “Dengan nuansa politik pada waktu itu, keluarga Cak Nur biasa mengobrol, mendengar, bicara soal-soal politik.”
Utomo kerap dituding sebagai salah seorang “kompor” yang mendorong Nurcholish ke pentas politik. Atas tudingan itu ia berseloroh, “Ah tidak, politik sudah ada dalam pemikiran Cak Nur sejak pemilu tahun 1955. Generasi saya dan dia sudah cukup dewasa untuk memahami, membaca, dan melihat politik.”
Kesadaran politik Nurcholish muda terpicu oleh kegiatan orang tuanya yang sangat aktif dalam urusan pemilu. Apalagi orang tua santri Kulliyatul Mualimin al-Islamiyah Pesantren Darus Salam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, itu adalah kiai, tokoh masyarakat, sekaligus pemimpin Masyumi. “Mengobrol dalam keluarga tentu termasuk juga soal politik. Hanya, Cak Nur itu kan yang menonjol pemikirannya, bukan sikap politiknya,” kata Utomo, yang akrab dipanggil Mas Tom.
Ketua Umum HMI Dua Periode
Politik praktis mulai dikenal Nurcholish saat menjadi mahasiswa. Ia terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, tempat Nurcholish menimba ilmu di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam Institut Agama Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta. Pengalamannya bertambah saat menjadi salah satu calon Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Saat menjadi kandidat ketua umum, kemampuan Nurcholish sudah cukup komplet. Pikirannya, ngajinya, menjadi imam, khotbah, ceramah agama, bagus semua. “Orang-orang HMI waktu itu terpukau oleh pikiran-pikiran Cak Nur,” kata Utomo menirukan kekaguman Eky Syahrudin Duta Besar Indonesia untuk Kanada itu.
Di organisasi inilah kemampuannya mulai menonjol. Pada tahun 1965, misalnya, ia menulis Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), rumusan doktrin ideologis HMI yang hingga sekarang masih dijadikan materi wajib dalam pengkaderan puluhan ribu anggotanya.
Karena kemampuannya demikian menonjol (saat itu, ia antara lain menguasai bahasa Arab dan Inggris secara aktif dan bahasa Perancis secara pasif), dia terpilih sebagai Ketua Umum HMI untuk dua periode: 1966 – 1969 dan 1969 – 1971. Hingga saat ini, dialah satu-satunya Ketua Umum HMI yang terpilih dua kali.
Kendati memimpin organisasi mahasiswa ekstrakurikuler yang disegani pada awal zaman
Orde Baru, Nurcholish tidak menonjol di lapangan sebagai demonstran. Bahkan namanya juga tidak berkibar di lingkungan politik sebagai pengurus Komite Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), kumpulan mahasiswa yang dianggap berperan menumbangkan Presiden Sukarno dan mendudukkan Mayor Jenderal
Soeharto sebagai penggantinya.
Prestasi Cak Nur lebih terukir di pentas pemikiran. Terutama pendapatnya tentang soal demokrasi,
pluralisme, humanisme, dan keyakinannya untuk memandang modernisasi atau modernisme bukan sebagai Barat, modernisme bukan westernisme. Modernisme dilihat Cak Nur sebagai gejala global, seperti halnya demokrasi.
Pemikiran Nurcholish tersebar melalui berbagai tulisannya yang dimuat secara berkala di tabloid Mimbar Demokrasi, yang diterbitkan HMI. Gagasan Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara ini memukau banyak orang, hingga Nurcholish digelari oleh orang-orang Masyumi sebagai “Natsir muda”. “Gelar Natsir muda itu bukan karena dia pintar agama, melainkan karena pemikiran-pemikirannya. Saat itu hampir semua orang bilang begitu,” ujar Utomo, yang mengaku kenal Nurcholish sejak tahun 1960-an, yaitu saat Tom menjadi Ketua Umum Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Nurcholish Ketua Umum HMI.
Pemikiran Nurcholish yang paling menggegerkan khalayak, terutama para
Aktivis gerakan Islam, adalah saat pemimpin umum majalah Mimbar Jakarta ini melontarkan pernyataan “Islam yes, partai Islam no”. Nurcholish ketika itu menganggap partai-partai Islam sudah menjadi “Tuhan” baru bagi orang-orang Islam. Partai atau organisasi Islam dianggap sakral dan orang Islam yang tak memilih partai Islam dalam pemilu dituding melakukan dosa besar.
Bahkan, bagi kalangan NU, haram memilih Partai Masyumi. Padahal orang Islam tersebar di mana-mana, termasuk di partai milik penguasa
Orde Baru,
Golkar. Pada waktu itu sedang tumbuh obsesi persatuan Islam. Kalau tidak bersatu, Islam menjadi lemah. Cak Nur menawarkan tradisi baru bahwa dalam semangat demokrasi tidak harus bersatu dalam organisasi karena keyakinan, tetapi dalam konteks yang lebih luas, yaitu kebangsaan.
Karena gagasannya ini, tuduhan negatif datang ke arah Nurcholish, mulai dari pemikir
Aktivis gerakan Islam sampai peneliti asing. Di dalam negeri, pemikiran Nurcholish ditentang tokoh Masyumi, Profesor H.M. Rasjidi. Sedangkan dari negeri jiran, Malaysia, ia dicerca oleh Muhammad Kamal Hassan, penulis disertasi yang kemudian diterbitkan dengan judul Muslim Intellectual Responses to “New Order” Modernization in Indonesia. Hassan menuding Nurcholish sebagai anggota Operasi Khusus (Opsus) di bawah Ali Moertopo. Tudingan ini dibantah Utomo, yang kenal betul pribadi Nurcholish. “Tuduhan itu tidak berdasar, karena kami saat itu benar-benar bersama-sama. Itu fitnah, dan Kamal Hassan tak pernah bertemu kami untuk mengkonfirmasi sumbernya itu,” ujar Tom.
Kejutan berikut datang lagi pada Pemilu 1977, dalam pertemuan di kantor Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), saat para aktivisnya sedang cenderung memilih
Golkar sebagai kendaraan politik. Nurcholish satu-satunya tokoh yang meminta agar mahasiswa tidak memilih
Golkar. “Sebab, waktu itu, menurut Cak Nur, Golkar sudah memiliki segalanya, militer, birokrasi, dan uang,” kata Utomo.
Maka, dalam kampanye
Partai Persatuan Pembangunan (P3), Nurcholish mengemukakan teori “memompa ban kempes”, yaitu pemikiran agar mahasiswa memilih partai saja ketimbang Golkar. “Cak Nur percaya pada check and balances, mengajak mahasiswa agar tidak memilih Golkar, dan dia tak masuk Golkar. Ada pengaruh atau tidak? Nyatanya, di Jakarta
PPP menang. Dengan tema demokrasinya itu, orang menjadi lebih berani, sehingga Golkar di Jakarta terus-terusan kalah,” ujar Mas Tom.
Pemikiran politik Nurcholish semakin memasuki ranah filsafat setelah ia kuliah di Universitas Chicago, di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, untuk meraih gelar doktor dalam bidang filsafat. Nurcholish terlibat perdebatan segitiga yang seru dengan
Amien Rais dan Mohamad Roem. Pemicunya adalah tulisan
Amien Rais di majalah Panji Masyarakat, “Tidak Ada Negara Islam”, yang menggulirkan kegiatan surat-menyurat antara Nurcholish yang berada di Amerika dan Roem di Indonesia. Cak Nur menyatakan tidak ada ajaran Islam yang secara qoth’i (jelas) untuk membentuk negara Islam. Surat-surat pribadi itu ternyata tak hanya dibaca Roem, tetapi juga menyebar ke tokoh lain, misalnya Ridwan Saidi dan Tom sendiri.
Barangkali itu sebabnya, ketika Nurcholish pulang dari Amerika pada tahun 1984, setelah meraih gelar Ph.D, lebih dari 100 orang menyambutnya di Pelabuhan Udara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Mereka antara lain Fahmi Idris, Soegeng Sarjadi, A.M. Fatwa, dan para tokoh lainnya. “Cak Nur saya kira istimewa. Ketika pulang dari AS, ternyata banyak sekali orang yang menyambutnya. Saya tidak pernah melihat seseorang yang selesai sekolah disambut seperti itu,” kata Mas Tom kagum.
Di kalangan alumni HMI, Nurcholish sangat berpengaruh. Misalnya, saat Korps Alumni HMI (KAHMI) akhirnya menerima Pancasila sebagai asas tunggal dan harus menemui
Presiden Soeharto di Istana, Nurcholish “diculik” kawan-kawan HMI-nya untuk menghadap Presiden. “Karena ada orang yang berusaha tidak mengikutkannya. Tapi ada yang menyatakan dia harus ikut. Sebab, kalau Cak Nur datang, pertemuan menjadi cukup kuat,” kata Mas Tom yang ahli pendidikan itu.
Pertemuan Nurcholish dengan
Soeharto terakhir, pada Mei 1998, menunjukkan besarnya pengaruh Cak Nur. Saat itu Nurcholish berbicara langsung kepada
Soeharto memintanya mundur.
Namanya sempat mencuat sebagai salah seorang kandidat calon presiden Pemilu 2004. Namun akhirnya ia mengundurkan diri dari proses pencalonan melalui Konvensi Partai Golkar. Belakangan dia sakit dan sempat beberapa lama dirawat di Singapura.
Berpulang Dalam Damai
Nurcholish Madjid menghembuskan nafas terakhir dengan wajah damai setelah melafalkan nama Allah pada Senin 29 Agustus 2005 pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Cendekiawan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939, itu meninggal akibat penyakit hati yang dideritanya.
Cak Nur, panggilan akrabnya, mengembuskan napas terakhir di hadapan istrinya Omi Komariah, putrinya Nadia Madjid, putranya Ahmad Mikail, menantunya David Bychkon, sahabatnya Utomo Danandjaja, sekretarisnya Rahmat Hidayat, stafnya Nizar, keponakan dan adiknya.
Cak Nur dirawat di RS Pondok Indah mulai 15 Agustus karena mengalami gangguan pada pencernaan. Pada 23 Juli 2004 dia menjalani operasi transplantasi hati di RS Taiping, Provinsi Guangdong, China.
Jenazah Rektor Universitas Paramadina itu disemayamkan di Auditorium Universitas Paramadina di Jalan
Gatot Subroto, Jakarta. Kemudian jenazah penerima Bintang Mahaputra Utama itu diberangkatkan dari Universitas Paramadina setelah upacara penyerahan jenazah dari keluarga kepada negara yang dipimpin
Menteri Agama Maftuh Basyuni, untuk dimakamkan di Taman Makam
pahlawan (TMP) Kalibata Selasa (30/8) pukul 10.00 WIB. Sementara, acara pemakaman secara kenegaraan di TMP Kalibata dipimpin oleh
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Alwi Shihab.
Sejumlah tokoh datang melayat dan melakukan shalat jenazah. Di antaranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyo, Wakil Presiden
Jusuf Kalla, mantan Presiden KH
Abdurrahman Wahid, Syafi’i Ma’arif,
Siswono Yudo Husodo, Rosyad Sholeh, Ketua MPR
Hidayat Nur Wahid, Ketua Umum PP
Muhammadiyah
Din Syamsuddin,
Azyumardi Azra, mantan Ketua DPR
Akbar Tandjung, Ketua Panitia Ad Hoc II DPD Sarwono Kusumatmadja, Wakil Ketua DPD
Irman Gusman,
Agung Laksono.
Juga melayat Pendeta Nathan Setiabudi,
Kwik Kian Gie, dan banyak lagi. Sementara pernyataan dukacita mengalir antara lain dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Presidium Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, keluarga besar Solidaritas Tanpa Batas (Solidamor), dan lain-lain.
Seluruh bangsa Indonesia kehilangan seorang tokoh yang menjadi ikon pemikiran pembaruan dan gerakan Islam di negeri ini. Gagasan tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual muslim terdepan. Dia menganggap penting pluralisme, karena ia meyakini bahwa pluralisme adalah bagian dari ketentuan Tuhan yang tak terelakkan.
Dia mengembangkan pemikiran mengenai pluralisme dalam bingkai civil society, demokrasi, dan peradaban. Menurutnya, jika bangsa Indonesia mau membangun peradaban, pluralisme adalah inti dari nilai keadaban itu, termasuk di dalamnya, penegakan hukum yang adil dan pelaksanaan hak asasi manusia. Bio TokohIndonesia.com
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1878-guru-pluralisme-indonesia
Copyright © tokohindonesia.com

Kamis, 29 Desember 2016

Perda Pembentukan Dan Susunan Organisasi

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

NOMOR  4  TAHUN  2004
TENTANG
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI
SEKRETARIAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIDENRENG RAPPANG,

Menimbang  :  a.   bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 2 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka dipandang perlu dibentuk organisasi Sekretariat Daerah sesuai dengan kondisi, kemampuan dan kebutuhan daerah;
  1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah;
Mengingat    :  1.   Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
  1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
  2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
  3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);
  6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3347);
  7. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kewenangan Kabupaten Sidenreng Rappang (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 14).
Memperhatikan  :  Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 01/SKB/M.PAN/4/2003 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negari Sipil.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

MEMUTUSKAN  :

Menetapkan    :  PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :
a.Daerah adalah Kabupaten Sidenreng Rappang;
b.Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang;
  1. Bupati adalah Bupati Sidenreng Rappang;
d.Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang;
  1. Sekretariat Daerah adalah unsur pembantu pimpinan Pemerintah Daerah;
  2. Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Badan, Kantor dan Kecamatan.

BAB II

PEMBENTUKAN

Pasal 2
(1)  Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Sekretariat Daerah.
(2)  Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini.
BAB III

KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI

Pasal 3
(1)  Sekretariat Daerah berkedudukan sebagai unsur pembantu pimpinan Pemerintah Daerah Kabupaten yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
(2)  Sekretariat Daerah mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh Perangkat Daerah dan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
(3)  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Sekretariat Daerah mempunyai fungsi :
  1. Pengkoordinasian Perumusan Kebijakan Pemerintah Daerah;
  1. Penyelenggaraan Administrasi Pemerintah;
  1. Pengelolaan Keuangan, Prasarana dan Sarana Pemerintah Daerah.


BAB IV

SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 4
Sekretariat Daerah terdiri dari :
  1. a.    Sekretaris Daerah;

  1. b.    Asisten Bidang Tata Praja terdiri dari :
1.   Bagian Tata Pemerintahan
1.1.    Sub Bagian Administrasi Pemerintahan Daerah;
1.2.    Sub Bagian Pengembangan Otonomi Daerah;
1.3.    Sub Bagian Kesatuan Bangsa.
2.   Bagian Pemerintahan Desa
2.1.    Sub Bagian Administrasi Pemerintah Desa;
2.2.    Sub Bagian Pendapatan dan Kekayaan Desa;
2.3.    Sub Bagian Pengembangan Desa dan Lembaga Desa.
3.   Bagian Hukum
3.1.    Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan;
3.2.    Sub Bagian Bantuan Hukum dan Tindak Lanjut;
3.3.    Sub Bagian Dokumentasi Hukum.
  1. c.    Asisten Bidang Pembangunan terdiri dari :
1.   Bagian Pengembangan Perekonomian
1.1.    Sub Bagian Potensi Perekonomian;
1.2.    Sub Bagian Sarana Perekonomian;
1.3.    Sub Bagian Usaha Perekonomian.
2.   Bagian Bina Pembangunan
2.1.    Sub Bagian Program Pembangunan;
2.2.    Sub Bagian Pengendalian Pembangunan;
2.3.    Sub Bagian Pelaporan Pembangunan.
3.   Bagian Kesejahteraan Rakyat
3.1.    Sub Bagian Bina Sosial;
3.2.    Sub Bagian Pendidikan dan Kebudayaan;
3.3.    Sub Bagian Agama dan Mental Spiritual.
  1. d.    Asisten Bidang Administrasi terdiri dari :
1.   Bagian Umum
1.1.    Sub Bagian Tata Usaha, Protokoler dan Rumah Tangga;
1.2.    Sub Bagian Pengadaan dan Penyaluran;
1.3.    Sub Bagian Pemeliharaan dan Pengendalian.
2.   Bagian Keuangan
2.1.    Sub Bagian Anggaran;
2.2.    Sub Bagian Perbendaharaan dan Gaji;
2.3.    Sub Bagian Pembukuan dan Varifikasi.
3.   Bagian Organisasi
3.1.    Sub Bagian Kelembagaan;
3.2.    Sub Bagian Ketatalaksanaan;
3.3.    Sub Bagian Anjab dan Kepegawaian.
4.   Bagian Hubungan Masyarakat
4.1.    Sub Bagian Publikasi;
4.2.    Sub Bagian Pengumpulan Informasi dan Dokumentasi;
4.3.    Sub Bagian Sandi dan Telekomunikasi.
e.   Kelompok Jabatan Fungsional


BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 5
Penjabaran tugas pokok dan fungsi serta tata kerja Sekretariat Daerah diatur dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini :
  1. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten (Lembaran Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2000 Nomor 7);
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten.
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang.
Disahkan di Pangkajene
pada tanggal,   28  Mei  2004
BUPATI SIDENRENG RAPPANG,
  

        H. ANDI RANGGONG
Diundangkan di Pangkajene
pada  tanggal,   1   Juni   2004
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG,


         H. SYAHRIWIJAYA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG TAHUN 2004 NOMOR   15
—————————————————————————————————————–
Terimakasi telah berkunjung di blog kami
“PEMERHATI HUKUM”
Pengunjung yang budiman, silahkan copy isi postingan pada blog ini (FREE) berdasarkan kebutuhan anda
Kami dari “ADMIN” akan mengupayakan yang terbaik untuk melengkapi kebutuhan anda berdasarkan “AMANAH” dan  “KEPEDULIAN” kami sebagai “MAHASISWA HUKUM” atas tersampainya apa yang pernah kami peroleh di “BANGKU KULIAH” dan untuk meminimalisir “AMNESIA HUKUM” serta  “KEMISKINAN WAWASAN” akan Hukum Positif di negeri ini.
Untuk pengunjung yang baik hati dan para kakanda/senior yang kami banggakan
Mohon Kritik dan Sarannya di,-

Anda juga dapat mengirim file/data berupa UNDANG-UNDANG, PERDA atau ARTIKEL Opini anda tentang Hukum yang nantinya akan kami “UPLOAD” di blog ini.

Selasa, 27 Desember 2016

artikel tentang ddi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah. Organisasi merupakan suatu alat atau wadah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dengan pola tertentu yang perwujudannya memiliki kekayaan baik fisik maupun non fisik . Di Indonesia sendiri banyak sekali jenis organisasi mulai dari organisasi bersifat politik seperti parpol, bahkan ada pula yang bersifat keagamaan seperti NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, Hisbuttahrir, FPI (Fron Pembela Islam), dan khusus di Sulawesi-selatan ada organisasi sosial keagamaan yang cukup besar dan cukup familiar di telinga masyarakat sulawesi-selatan sendiri yaitu DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) yang didirikan oleh K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle bersama dengan ulama-ulama besar Sulawesi-selatan, yang akan menjadi pembahasan makalah penulis ini. B. Rumusan masalah. Berdasarkan dari uraian singkat diatas maka yang akan menjadi garis besar pembahasan makalah penulis ini adalah sebagai berikut : Bagaimana sejarah pendirian dan perjalanan organisasi DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad)?   BAB II PEMBAHASAN A. Profil singkat K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Gurutta Ambo Dalle merupakan anak dari pasangan Andi Ngati Daeng Patobo dan Andi Candara Dewi yang dilahirkan sekitar tahun 1900 M, di Desa Ujungi Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, sekitar 7 km sebelah utara Sengkang. Kedua orang tua beliau memberi nama Ambo Dale, Ambo berati bapak dan Dalle berarti rezeki. Diharapkan anak itu kelak hidup dengan limpahan rezeki yang cukup. Adapun nama Abd. Rahman diberikan oleh seorang ulama bernama K. H. Muhammad Ishak, pada saat usia beliau 7 tahun dan sudah dapat menghapal Al Qur’an. Gurutta memulai debut pendidikannya di Volk School (Sekolah Rakyat), kemudian beliau meneruskan pengajiannya dengan belajar tajwid, nahwu sharaf dan menghapal Al Qur’an pada seorang ulama bernama K. H. Muhammad Ishak. Gurutta tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Al Qur’an seperti tajwid, qiraat tujuh, nahwu sharaf, tafsir, fiqhi, tetapi beliau pun mengikuti kursus bahasa Belanda di HIS? Pernah pula belajar di Sekolah Guru yang diselenggarakan Syarikat Islam (SI) di Makassar. Pada masa itu mempelajari agama dilakukan dengan cara sorogan yaitu sistem duduk bersila, guru membacakan kitab, murid mendengar dan menyimak pembicaraan guru. Keberhasilan belajar tergantung pada kecerdasan murid dalam menangkap pembicaraan sang guru. Pada tahun 1928, ketika Gurutta K. H. Muhammad As’ad bin Abdul Rasyid Al-Bugisy, seorang ulama Bugis Wajo yang lahir dan menetap di Mekkah pulang kembali ke negeri leluhurnya, Gurutta tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu sehingga beliau berangkat ke Sengkang untuk menimba ilmu dari guru besar tersebut. Agaknya nasib baik mengguratkan garisnya pada diri Gurutta? Dengan kelengkapan bekal (fisik dan mental) yang matang, diantaranya Al Qur’an yang telah dihafalnya sejak umur 7 tahun, ditambah pengetahuan lainnya sehingga menjadi modal dasar untuk mengikuti pelajaran yang diselenggarakan oleh Anregurutta H. Muhammad As’ad di Sengkang yang bersifat komprehensif. Sistem ini lebih menitikberatkan pemahaman daripada hafalan sehingga sangat membekas bagi Gurutta dan membuatnya lebih tuntas dalam meraup seluruh ilmu yang diberikan sang guru. Suatu ketika, Anregurutta Puang Aji Sade’ begitu masyarakat Bugis menyapa beliau menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Gurutta? Ternyata jawaban beliau dianggap yang paling tepat dan sahih. Maka, sejak itu beliau diangkat menjadi asisten. Tahun 1935, beliau berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji dan menetap beberapa bulan di sana untuk memperdalam ilmu agama, pada seorang Syekh di Mekkah. Ketika suatu saat Gurutta Ambo Dalle menanyakan tentang hal-hal yang gaib, sang Guru memberikan kitab Khazinatul Asraril Qubra. “Baca saja kitab itu, semua yang ingin kamu tanyakan dan pelajari ada di situ,” kata Syekh yang memberikan kitab itu. Dari sana Gurutta mengenal rahasia kehidupan Waliyullah di zaman dahulu. Gurutta pun mengamalkan ilmu yang diperoleh dari kitab itu, dan sejak itu pula beliau dijuluki oleh para santri dengan panggilan Gurutta yang artinya guru kita. Kelak Gurutta banyak mengalami kejadian gaib yang tidak dialami oleh orang awam, misalnya berawal dari mimpi membaca kitab dan langsung menghafalnya saat terbangun dari tidurnya. Anre Gurutta K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle dipanggil Yang Maha Kuasa pada tanggal 29 November 1996 setelah beberapa hari terbaring di rumah sakit. Para dokter yang memeriksa dan merawat beliau mengatakan bahwa ulama besar ini dalam keadaan yang sehat-sehat saja, dan tidak menemukan penyakit yang serius. Penemuan para ahli medis ini sekaligus mengisyaratkan bahwa Gurutta H. Ambo Dalle mengidap penyakit tua. Usianya memang telah uzur. Tuhan memberinya keistimewaan untuk melalui masa akhir hayat dengan tenang, seperti banyak pengalaman-pengalaman gaib yang banyak ditemuinya semasa hidup. Seperti pada penuturannya pada Majalah Gatra tanggal 24 Februari 1996, beliau banyak mengalami mimpi ajaib yang menginspirasinya untuk membuat buku- buku yang dikarang beliau dari ilham mimpi antara lain kitab Ilmu Balagha, Ilmu Mantiq, Ilmu Arudhy, dan puluhan buku karangannya yang lain. B. DDI (Darud Da’wah wal Irsyad). Setting Sejarah DDI (Darud Da’wah wal-Irsyad) sebagai organisasi dibentuk pada 1947 di Watan Soppeng, Sulawesi Selatan, oleh para ulama sunni, tepatnya mereka yang mengidentifikasi diri sebagai penganut faham Ahlussunah Wal-Jama’ah. Puluhan tahun sebelumnya, para ulama ini secara masing-masing telah memiliki pondok pesantren, atau semacamnya, yang berbasis di desa-desa. Ada dua konteks sejarah yang menjadi rahim lahirnya DDI ketika itu yaitu sebagai berikut : 1. Negara (pemerintah) belum tergerak untuk menghimpun para ulama ke dalam satu wadah, sebagaimana yang kita kenal sekarang dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Karenanya, para ulama berusaha membentuk wadah sendiri berdasarkan aliran keagamaan yang mereka anut. Dalam konteks inilah DDI menjadi tempat berhimpun para ulama untuk membumikan faham Ahlussunnah Wal-Jamaah, dengan bermula di Sulawesi Selatan, dengan arus dari desa ke kota, suatu arus gerak yang sebaliknya dilakukan oleh organisasi keagamaan lainnya. 2. Pada akhir Desember 1946 Belanda berkerjasama dengan golongan federalis membentuk NIT (Negara Indonesia Timur) melalui Konferensi Denpasar, dengan ibukotanya Makassar. Realitas politik yang demikian mendapat resistensi dari golongan unitaris (biasa juga disebut aliran republiken), suatu golongan yang banyak dianut oleh para penguasa lokal (tepatnya para bangsawan) di luar Kota Makassar dan golongan terdidik di Kota Makassar. Kombinasi kedua golongan resistan ini diwujudkan dalam dua bentuk gerakan; a. Gerakan politik melalui institusi formal; yakni Parlemen NIT. b. Gerakan bersenjata melalui kelaskaran yang berbasis di desa-desa. Selain kedua hal diatas cikal bakal lahirnya DDI berawal dari kepopuleran MAI Sengkang (Madrasah Arabiyah Islamiyah) dibawah pimpinan Gurutta K. H. M. As’ad dengan sistem pendidikannya yang sudah cukup modern dengan cepat menarik perhatian dan minat banyak orang salah satunya adalah H. M. Yusuf Andi Dagong, Kepala Swapraja Soppeng Riaja yang berkedudukan di Mangkoso yang pada waktu itu memohon kepada Gurutta K. H. M. As’ad agar kiranya mengizinkan Gurutta K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle untuk memimpin lembaga pendidikan yang akan dibuka di Mangkoso. Awalnya, permohonan itu ditolak karena Anre Gurutta K. H. M. As’ad tidak menghendaki ada cabang madrasahnya. Beliau kuatir keberadaan madrasah yang terpencar menyulitkan kontrol sehingga dapat mempengaruhi kualitas madrasahnya. Namun, setelah melalui negosiasi yang alot, akhirnya keputusan untuk menerima permohonan Arung dan masyarakat Soppeng Riaja itu diserahkan kepada Gurutta H.Abdurrahman Ambo Dalle. Hari Rabu, tanggal 29 Syawal 1357 H atau 21 Desember 1938 Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle beserta keluarga dan beberapa santri yang mengikuti dari Wajo hijrah ke Mangkoso dengan satu tujuan, melanjutkan cita-cita dan pengabdian. Hari itu juga Gurutta memulai pengajian dengan sistem halakah karena calon santri memang sudah lama menunggu. Kelak momen ini dianggap bersejarah karena menjadi cikal bakal kelahiran DDI. Sambutan pemerintah dan masyarakat setempat sangat besar, terbukti dengan disediakannya segala fasilitas yang dibutuhkan, seperti rumah untuk Gurutta dan keluarganya serta santri yang datang dari luar Mangkoso. Setelah berlangsung tiga minggu, Gurutta kemudian membuka madrasah dengan tingkatan tahdiriyah, ibtidaiyah, iddadiyah, dan tsanawiyah. Fasilitas pendidikan yang diperlukan serta biaya hidup mereka beserta guru-gurunya ditanggung oleh Raja sebagai penguasa setempat. Di dalam mengelola pesantren dan madrasah, Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle dibantu oleh dua belas santri senior yang beberapa diantaranya ikut bersama beliau dari Sengkang. Mereka adalah : Gurutta M. Amberi Said, Gurutta H. Harun Rasyid Sengkang, Gurutta Abd. Rasyid Lapasu, Gurutta Abd. Rasyid Ajakkang, Gurutta Burhanuddin, Gurutta M. Makki Barru, Gurutta H. Hannan Mandalle, Gurutta Muhammad Yattang Sengkang, Gurutta M. Qasim Pancana, Gurutta Ismail Kutai, Gurutta Abd. Kadir Balusu, dan Gurutta Muhammadiyah. Menyusul kemudian Gurutta M. Akib Siangka, Gurutta Abd. Rahman Mattammeng, dan Gurutta M. Amin Nashir. Lembaga itu diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso, namun bukan cabang dari MAI Sengkang. Pada tahun 1947 tepatnya pada hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H / 5 Februari 1947 M sampai hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H / 7 Februari 1947 M, Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle melakukan pertemuan dengan alim ulama sesulawesi-selatan seperti Gurutta K. H. Daud Ismail, Gurutta K. H. Abdu Pabbaja, dan lain-lain yang berlangsung di kota Watangsoppeng yang menghasilkan keputusan untuk membentuk organisasi dengan nama DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) yang bergerak di bidang pendidikan, da’wah, dan sosial kemasyarakatan dan sekaligus mengangkat Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle sebagai ketua dan Gurutta K. H. Abdu Pabbaja sebagai sekertaris. Setelah pertemuan tersebut MAI Mangkoso dan seluruh cabang-cabangnya berganti nama menjadi DDI dan Mangkoso menjadi pusat organisasi. Pada tahun 1950 pusat organisasi DDI dipindahkan dari Mangkoso menuju ke Pare-pare dengan alasan Mangkoso dirasakan sudah tidak memenuhi syarat untuk menampung kegiatan DDI yang semakin majemuk. Sebagai pusat organisasi, Mangkoso memiliki keterbatasan dalam menunjang kegiatan organisasi yang diperkirakan bakal lebih maju. Dibutuhkan tempat yang lebih representatif dan lebih mudah diakses, dan Pare-pare dianggap sebagai tempat yang pas karena secara geografis kota Pare-pare amat strategis untuk menjadi pusat kegiatan organisasi dan pendidikan. Terletak di tepi pantai, kota itu memiliki pelabuhan alam yang sarat dilabuhi kapal-kapal berbagai ukuran, baik dari dalam negeri maupun dari manca negara. Kondisi ini menunjang perkembangan DDI dalam kiprah pengabdiannya. Setelah pusat organisasi dpindahkan ke Pare-pare manajemen organisasi DDI disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Muktamar sebagai institusi tertinggi organisasi ditetapkan dua tahun sekali. Badan-badan otonom didirikan, antara lain : Fityanud Da’wah wal Irsyad (FIDI), bergerak di bidang kepanduan dan kepemudaan, Fatayat Darud Da’wah wal Irsyad (FADI), untuk kaum putri dan pemudi, Ummahatud Da’wah wal Irsyad (Ummmahat), bagi para Ibu. Dibentuk pula dewan perguruan yang mengatur pengelolaan madrasah dan sekolah, termasuk pengangkatan guru-guru dan penyusunan kurikulum. Sistem pendidikan disesuaikan dengan kemajuan zaman. Sama halnya dengan organisasi lain, DDI juga memiliki lambang organisasi sendiri yang tentunya juga memiliki makna. Berikut lambang dan makna dari lambang DDI tersebut : • Warna dasar Hijau Tua melambangkan bahwa ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menjadi panutan Warga DDI • Matahari terbit warna kuning emas dengan sinar sejumlah 25 berkas diatas lintasan pelangi warnah putih yang berisi kalimat tauhid : لااله الله معمد رسول الله melambangkan bahwa matahari sebagai sumber cahaya, cahaya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan ilham dari Allah SWT diturunkan kepada hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya dalam bentuk jiwa Tauhid • Bulan sabit warna puti didalamnya terdapat tulisan huruf latin : DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD menengadah keatas, melambangkan bahwa DDI ini senantiasa berjalan diatas garis dan ketentuan wahyu Allah SWT. • Kalimat :له دعوة الحق melambangkan fungsi dan hakekat kehadiran DDI ditengah-tengah masyarakat ; yakni berusaha mendalami ajaran Islam dan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin dengan tujuan menyebarluaskan dan mengajak manusia kejalan yang diridhai Allah SWT. • Kalimat : دار الدعودة والأرشاد dalam bahasa Arab, melambangkan salah satu simbol pandangan DDI bahwa untuk pengusaan ilmu Pengetahuan Agama Islam mutlak adanya penguasaan terhadap Bahasa Arab dan Alat-alatnya. • Kalimat dalam bahasa Indonesia dengan singkatan DDI melambangkan identitas bahwa DDI sebagai organisasi Islam yang termasuk bagian dari rakyat dan bangsa Indonesia bergerak dalam bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial turut bertanggung jawab dalam menjaga keutamaan Negara Republik Indonesia. • Bintang 5 (lima) warna kuning cemerlang sebanyak 5 (lima) buah terletak diufuk sinar cahaya matahari, melambangkan rukun Islam dan Falsafah Negara Pancasila. Sebagai salah satu organisasi sosial kemasyarakatan DDI mendirikan beberapa institusi sosial yang kurang ditangani oleh negara; seperti rumah bersalin, apotik, percetakan, koperasi, dan sebagainya. Sedangkan pada level lembaga pendidikan, DDI juga aktif mendirikan sekolah-sekolah umum, bahkan melakukan feksibilitas kurikulum di pondok-pondok pesantren bahkan kini DDI memiliki beberapa perguruan tinggi salah satunya adalah STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) DDI PINRANG.   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan dari uraian singkat makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : DDI merupakan organisasi keagamaan yang bergerak dibidang pendidikan, da’wah, dan sosial kemasyarakatan. DDI didirikan oleh para ulama besar Sulawesi-Selatan dengan Gurutta K. H. Abdurrahman Ambo Dalle sebagai ketuanya, dibentuk pada tanggal 16 Rabiul Awal 1366 H / 7 Februari 1947 M dan Mangkoso sebagai pusat Organisasi. Pada tahun 1950 pusat organisasi dipindahkan dari Mangkoso ke Pare-pare karena Pare-pare dianggap tempat yang strategis untuk mengembangkan DDI. B. Saran/Harapan. Sebagai generasi muda DDI, marilah kita mempertahankan dan mengembangkan konsistensi DDI di bumi nusantara bahkan sampai ke kancah percaturan organisasi dunia. Minallahi Musta’an Wa Ilaihi Tiklan DAFTAR PUSTAKA Al Fattah Hatta Muhammad. 20 Oktober 2008. AG H. Abdurrahman Ambo Dalle. My buku kuning Ambo Dalle center, http://guruttaambodalle.blogspot.com/2008/10/agh-abdurrahman-ambo-dalle.html. Diakses tanggal 03 Januari 2012. Darisrajih. 10 April 2008. Panritta yang menembus semua zaman. Daris Rajih, http://mazharulhaqmattugengkeng.wordpress.com/2011/03/03/ambo-dalle-panrita-menembus-semua-zaman/. Diakses tanggal 03 Januari 2012. Latif Abdul. 21 Oktober 20008. Menakar peran DDI ke depan. My buku kuning Gurutta Ambo Dalle center, http://guruttaambodalle.blogspot.com/2008/10/sejarah-kesadaran-sejarah.html. Diakses tanggal 03 Januari 2012. Artikel non-personal. 12 Desember 2009. Isi & makna lambang DDI. Facebook, http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=277860061050&topic=11971. Diakses tanggal 04 Januari 2012. Artikel non-personal. 21 November 2007. Pengertian & definisi organisasi. Carapedia, http://carapedia.com/pengertian_definisi_organisasi_menurut_para_ahli_info484.html. Diakses 03 Januari 2012.

Artikel Kesukuan

A. Keanekaragaman Suku Bangsa di Indonesia
Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa.
Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak milik tanah, persekutuan, dan kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
1. Persebaran Daerah Asal Suku Bangsa di Indonesia
Suku bangsa addalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Orang-orang yang tergolong dalam satu suku bangsa tertentu, pastilah mempunyai kesadaran dan identitas diri terhadap kebudayaan suku bangsanya, misalnya dalam penggunaan bahasa daerah serta mencintai kesenian dan adat istiadat.
Suku-suku bangsa yang tersebar di Indonesia merupakan warisan sejarah bangsa, persebaran suku bangsa dipengaruhi oleh factor geografis, perdagangan laut, dan kedatangan para penjajah di Indonesia. perbedaan suku bangsa satu dengan suku bangsa yang lain di suatu daerah dapat terlihat dari ciri-ciri berikut ini.
a. Tipe fisik, seperti warna kulit, rambut, dan lain-lain.
b. Bahasa yang dipergunakan, misalnya Bahasa Batak, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain-lain.
c. Adat istiadat, misalnya pakaian adat, upacara perkawinan, dan upacara kematian.
d. Kesenian daerah, misalnya Tari Janger, Tari Serimpi, Tari Cakalele, dan Tari Saudati.
e. Kekerabatan, misalnya patrilineal(sistem keturunan menurut garis ayah) dan matrilineal(sistem keturunan menurut garis ibu).
f. Batasan fisik lingkungan, misalnya Badui dalam dan Badui luar.
Jumlah suku bangsa di Indonesia ratusan jumlahnya. Di bawah ini tabel persebaran suku bangsa.
No Nama Provinsi Suku
1. Nanggroe Aceh Darussalam : Aceh , Alas , Gayo , Kluet , Simelu , Singkil , Tamiang , Ulu .
2. Sumatera Utara : Karo , Nias , Simalungun , Mandailing , Dairi , Toba , Melayu , PakPak , maya-maya
3. Sumatera Barat : Minangkabau , Mentawai , Melayu , guci, jambak
4. Riau : Melayu , Siak , Rokan , Kampar , Kuantum Akit , Talang Manuk , Bonai , Sakai , Anak Dalam , Hutan , Laut .
5. Kepulauan Riau : Melayu, laut
6. Bangka Belitung : Melayu
7. Jambi : Batin , Kerinci , Penghulu , Pewdah , Melayu , Kubu , Bajau .
8. Sumatera Selatan : Palembang , Melayu , Ogan , Pasemah , Komering , Ranau Kisam , Kubu , Rawas , Rejang , Lematang , Koto, Agam
9. Bengkulu : Melayu , Rejang , Lebong , Enggano , Sekah , Serawai, Pekal, Kaur, Lembak
10. Lampung : Lampung , Melayu , Semendo , Pasemah , Rawas , Pubian, Sungkai, Sepucih
11. DKI Jakarta : Betawi
12. Banten : Banten
13. Jawa Barat : Sunda , Badui
14. Jawa Tengah : Jawa , Karimun , Samin, Kangean
15. D.I.Yogyakarta : Jawa
16. Jawa Timur : Jawa , Madura , Tengger, Asing
17. Bali : Bali , Jawa , Madura
18. NTB : Bali , Sasak , Bima , Sumbawa, Mbojo, Dompu, Tarlawi, Lombok
19. NTT : Alor , Solor , Rote , Sawu , Sumba , Flores , Belu, Bima
20. Kalimantan Barat : Melayu , Dayak(Iban Embaluh , Punan , Kayan , Kantuk , Embaloh , Bugan ,Bukat), Manyuke
21. Kalimantan Tengah : Melayu , Dayak(Medang , Basap , Tunjung , Bahau , Kenyah , Penihing , Benuaq) , Banjar , Kutai, Ngaju, Lawangan, Maayan, Murut, Kapuas
22. Kalimantan Timur : Melayu , Dayak(Bukupai , Lawangan , Dusun, Ngaju , Maayan)
23. Kalimantan Selatan : Melayu , Banjar , Dayak, Aba
24. Sulawesi Selatan : Bugis , Makasar , Toraja , Mandar
25. Sulawesi Tenggara : Muna , Buton ,Totaja , Tolaki , Kabaena , Moronehe , Kulisusu , Wolio
26. SulawesiTengah : Kaili , Tomini , Toli-Toli ,Buol , Kulawi , Balantak , Banggai ,Lore
27. Sulawesi Utara : Bolaang-Mongondow ,Minahasa , Sangir , Talaud , Siau , Bantik
28. Gorontalo : Gorontalo
29. Maluku : Ambon, Kei , Tanimbar , Seram , Saparua, Aru, Kisar
30. Maluku Utara : Ternate, Morotai, Sula, taliabu, Bacan, Galela
31. Papua Barat : Waigeo, Misool, Salawati, Bintuni, Bacanca
32. Papua Tengah : Yapen, Biak, Mamika, Numfoor
33. Papua Timur : Sentani, Asmat, Dani, Senggi

2. Sikap Menghormati Keragaman Suku Bangsa
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa kita yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman. Walaupun kita terdiri atas berbagai suku yang beranekaragam budaya daerah, namun kita tetap satu bangsa Indonesia, memiliki bahasa dan tanah air yang sama, yaitu bahasa Indonesia dan tanah air Indonesia. Begitu juga bendera kebangsaan merah putih sebagai lambang identitas bangsa dan kita bersatu padu di bawah falsafah dan dasar negara Pancasila.
Kita sebagai bangsa Indonesia harus bersatu padu agar manjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Untuk dapat bersatu kita harus memiliki pedoman yang dapat menyeragamkan pandangan kita dan tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, akan terjadi persamaan langkah dan tingkah laku bangsa Indonesia. Pedoman tersebut adalah Pancasila, kita harus dapat meningkatkan rasa persaudaraan dengan berbagai suku bangsa di Indonesia.
Membiasakan bersahabat dan saling membantu dengan sesama warga yang ada di lingkungan kita, seperti gotong royong akan dapat memudahkan tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan sehati dalam kekuatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah.
Dalam mengembangkan sikap menghormati terhadap keragaman suku bangsa, dapat terlihat dari sifat dan siksp dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. kehidupan bermasyarakat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah keluarga.
b. antara warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerjasama untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
c. dalam menyelesaikan urusan bersama selalu diusahakan dengan melalui musyawarah.
d. terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sikap dan keadaan seperti tersebut di atas harus dijunjung tinggi serta dilestarikan. Untuk lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, kita dapat melaksanakan pertukaran kesenian daerah dari seluruh pelosok tanah air. Dengan adanya kegiatan pertukaran kesenian daerah tersebut dan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, antara lain:
a. dapat saling pengertiaan antarsuku bangsa
b. dapat lebih mudah mencapai persatuan dan kesatuan
c. dapat mengurangi prasangka antar suku
d. dapat menimbulkan rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa
B. Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. Di Indonesia terdapat kurang lebih 300 suku bangsa. Setiap suku bangsa hidup dalam kelompok masyarakat yang mempunyai kebudayaan berbeda-beda satu sama lain.
1. Keanekaragaman Budaya yang Terdapat di Indonesia
Bangsa Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya. Tiap daerah atau masyarakat mempunyai corak dan budaya masing-masing yang memperlihatkan ciri khasnya. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Contohnya adalah pemakaman daerah Toraja, mayat tidak dikubur dalam tanah tetapi diletakkan dalam goa. Di daerah Bali, mayat dibakar(ngaben).
Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil cita, rasa, dan karya manusia dalam suatu masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi melalui belajar. Jika kita telusuri, kebudayaan itu meliputi adat kebiasaan, upacara ritual, bahasa, kesenian, alat-alat, mata pencaharian, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai kesenian atau adat istiadat saja.
Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan daerah merupakan budaya asli dan telah lama ada serta diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kia sekarang ini merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.
Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia timbul karena akibat sebagai berikut.
a. Kondisi Geografis
Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki beribu-ribu pulau yang dipisahkan oleh selat dan laut. Ini merupakan kondisi lingkungan geografis Indonesia. Lingkungan geografis semacam itu menjadi sumber adanya keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Kondisi geografis yang demikian menimbulkan perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah mata pencaharian penduduk. Jenis-jenis pekerjaan yang ada juga menyebabkan beranekaragamnya peralatan yang diciptakannya, misalnya bentuk rumah dan bentuk pakaian. Akhirnya sampai pada bentuk kesenian yang ada di masing-masing daerah berbeda.
b. Kemajemukan Suku Bangsa
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Identitas seringkali dikuatkan kesatuan bahasa. Oleh karena itu, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga yang bersangkutan itu sendiri. Suku-suku yang ada di Indonesia antara lain Gayo di Aceh, Dayak di Kalimantan, dan Asmat di Papua.
Untuk mengetahui kebudayaan daerah Indonesia dapat dilihat dari ciri-ciri tiap budaya daerah. Ciri khas kebudayaan daerah terdiri atas bahasa, adat istiadat, sisem kekerabatan, kesenian daerah dan ciri badaniah(fisik)
2. Sikap Menghormati Budaya di Indonesia
Kita mengetahui bahwa Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan penduduknya terpencar-pencar di berbagai pulau. Tiap penduduk tinggal di lingkungan kebudayaan daerahnya masing-masing. Ini artinya, di Indonesia terdapat banyak ragaman kebudayaan. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal:
a. cara berbicara
b. cara berpakaian
c. mata pencaharian
d. adat istiadat
Keanekaragaman budaya jangan dijadikan sebagai perbedaan, tetapi hendaknya dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita selaku bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu melestarikan kebudayaan yang beraneka ragam tersebut.
Di samping itu, dengan mendalami kebudayaan yang beraneka ragam tersebut, wawasan kita akan bertambah sehingga kita tidak akan menjadi bangsa yang kerdil. Kita dapat menjadi bangsa yang mau dan mampu menghargai kekayaan yang kita miliki, yang berupa keanekaragaman kebudayaan tersebut.
Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan agar kebudayaan kita yang terkenal tinggi nilainya itu tetap lestari, tidak terkena arus yang datang dari luar. Melestarikan kebudayaan nasional harus didasari engan rasa kesadaran yang tingi tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah perlu juga kita kembangkan, karena kebudayaan daerah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pembinaan kebudayaan daerah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. pertukaran kesenian daerah
b. pembentukan organisasi kesenian daerah
c. penyebarluasan seni budaya, antara lain melalui radio, TV, surat kabar serta majalah
d. penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah
e. membentuk sanggar tari daerah
f. mengadakan pentas kebudayaan