Latest Post
Senin, 30 Januari 2017
Selasa, 17 Januari 2017
Sebuah Catatan Kecil La Tahzan
Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam kelegaan. Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna.Hapalannya banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yangsudah cukup matang. Kurang apa coba?Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisudasebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana suaminya dengan suami saya.
Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim. Sebenarnya, sebagian besar ayat dalam surat ini sudah mulai saya hapal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah. Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti.
Ini terjemah ayat tersebut:
66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)".
66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim",
66: 12. dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.
SEBUAH KONTRADIKSI
Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh IN), dan Istri Luth (IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M), adalah symbol perempuan beriman. Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan ironis. Mengapa begitu?
IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?). Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin…
Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF (Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut, pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbakumul a’la.” Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…
PEREMPUAN SEMPURNA
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik wanita penghuni surga itu adalah Khadijah binti huwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran." (HR. Ahmad 2720, berderajat shahih).
Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni surga. Akan tetapi, Rasulullah saw. masih membuat strata lagi dari 4 orang tersebut. Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna. Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (Shahih al-Bukhari no. 3411).
Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah IF dan Maryam binti Imran. Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu?
Ah, saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits. Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya sedikit meraba-reba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami. Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia diback-up total oleh Muhammad saw., seorang lelaki hebat. Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib kw, seorang pemuda mukmin yang tangguh.
Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim." Siksaan yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju Surga. Mendapatkan rizki dan bersukaria dengan para penduduk akhirat.
Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina?
Pantas jika Rasul menyebut mereka: Perempuan sempurna…
JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita
Jadi, bukan karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita. Suami yang baik, memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga, mempermudah kita dalam menjalankan perintah agama. Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang Memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah.
Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah, namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi pengajian terus sih, sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana kalau Mas korupsi aja…”
Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i. Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai hamba Allah!
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Pendapat Salah Satu qori,-qori,ah Dari Sidrap
NAMA :MIFTAHUL JANNAH ROMA.
ALAMAT :PANGKAJENE.
ASAL PT. :sekolah tinggi agama islam darud,dakwa,wal'irsyad(STAI DDI SIDRAP)
JURUSAN :pendidikan agama islam (PAI)
PEKERJAAN :GURU PRIVAT MENGAJI.
- Berlatih rutin setiap hari
Dengan berlatih setiap hari, maka akan mampu mengevaluasi kesalahan dan akan terus membenahi agar menjadi lebih baik lagi. Latihan yang baik yaitu pagi hari (setelah bangun tidur), usahakan jangan minum air terlebih dahulu, karena dengan tenggorokan kering akan mudah membentuk dan meningkatkan kualitas suara.
- Melatih Pernafasan
Qori’/qori’ah dinilai baik jika memiliki pernafasan yang panjang. Karena dengan pernafasan yang panjang akan memperoleh kesempurnaan dalam bacaannya, terhindar dari waqaf (berhenti) yang bukan pada tempatnya (tanaffus) atau terhindar dari akhiran baca yang kurang harmonis karena kehabisan nafas dan juga dari bacaan yang terlalu cepat (tergesa-gesa) karena mengejar sampainya nafas. Melatih pernafasan dengan melantunkan urat-surat pendek sprit An Nashr dengan stu nafas dan dengan lagu yg mudah, bias juga dengan lagu yang lurus. Dengan dilakukan berulang-ulang maka akan kuat nafasnya. Kemudian rahasia beliau dalam pernafasan adalah cara mengambil nafas yang melalui mulut bukan melalui hidung, alasannya dengan melalui muluk akan mampu mengampil nafas dengan cepat dan banyak.
- Selalu Menjaga Stamina
Stamina sangat diperlukan oleh seorang qori’/qori’ah kerena dengan stamina yang fit maka suara yang keluar akan maiksimal, tidak mudah berubah-ubah, tidak mudah habis. Caranya dengan makan-makanan yang sehat, rutin berolahraga seperti: jogging, renang, atau senam, serta tidak tidur terlalu malam.
- Tidak Main-main dalam Mengeluarkan Suara
Dalam mengeluarkan suara usahakan tidak seenaknya sendiri. Harus sesuai dengan maqom lagu yang ada. Dan suara yang baik adalah suara yang keluar dari perut dan memiliki power yang baik.
- Menjiwai Lagu
Tilawah akan terdengar syahdu dan menyentuh hati jika pembawanya dapat menjiwai lagu. Seperti lagu jiharka yang lebih menekankan kebahagiaan maka harus dibawakan dengan rasa gembira. Lain lagi dengan lagu sedih seperti shoba dan sika maka dibawakan dengan penuh khusyuk. Dengan hal itu akan mampu menggetarkan hati pendengarnya.
Sabtu, 14 Januari 2017
Selasa, 10 Januari 2017
Perkembangan Ideologi Sosialisme
Secara etimologis,
sosialisme berasal dari bahasa Latin “SOCIUS” yang berarti sahabat atau teman.
Istilah ini merupakan suatu prinsip pengendalian harta dan produksi serta
kekayaan oleh kelompok. Sosialisme juga mendasarkan diri pada cita-cita sosial
bahwa kekayaan di dunia ini milik bersama, dan pemilikan secara bersama lebih
baik daripada pemilikan secara perseorangan, dan keadaan masyarakat dimana hak
milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapuskan.Pendapat para ahli
tentang paham sosialisme di antaranya :
Ø Gerald Braunthal mendifinisikan sosialisme sebagai
suatu teori ekonomi dan politik yang menekankan pentingnya peranan Komusial dan
Pemerintah dalam menguasai alat-alat produksi dan distribusi barang.
Ø Keneth J. Arrow dalam Budiharjo (1984) menyatakan bahwa sosialisme adalah
suatu system ekonomi dimana sebagian besar keputusan ekonomi diambil dalam
satuan yang dikuasai berbagai bagian struktur negara atau para pekerja.
Ø Teuku May Rudy (1993) menyatakan bahwa sosialisme adalah paham yang
beranggapan bahwa kepentingan bersama atau kepentingan umum harus diutamakan
dari kepentingan individu.
Ø Sutan Syahrir dalam Anwar (1966) menyatakan bahwa sosialisme adalah suatu
ajaran dan gerakan untuk mencari keadilan di dalam kehidupan kemanusiaan.
Ø Ir.Sukarno (1963) menyatakan sosialisme adalah bukan saja merupkan suatu
system msyarakat, sosialisme juga suatu tuntutan perjuangan, yakni kemakmuran
bersama
LATAR BELAKANG PAHAM
SOSIALISME
Istilah Sosialisme
pertama kali muncul Istilah
sosialisme baru pertama kali dipakai pada tahun 1827 dalam majalah
perkoperasian oleh Robert Owen saat Saat paham Kapitalisme berkembang pesat setelah
terjadinya revolusi industry pada abad XVIII di mana dengan revolusi industri
produksi barang dilakukan dengan mudah dan murah. Akibatnya terjadi akumulasi
modalpada pihak tertentu sehingga memungkinkan pengembangan industri lebih
lanjut. Perkembangan kapitalisme menciptakan polarisasi masyarakat yakni
golongan majikan dan buruh, atau golongan borjuis dan proletar. Paham sosialis dari Robert Owen di Inggris (1771-1858), Saint
Simon (1760-1825), Fourier (1772-1837) di Perancis untuk memperbaikinya. Mereka
terdorong oleh rasa kemanusiaan, akan tetapi tanpa disertai tindakan dan
konsepsi yang nyata mengenai tujuan dan strategi dalam memperbaiki sehingga
teori-teori mereka dikenal dengan angan-angan belaka. Karena itu mereka disebut
sosialisme utopi (Utopi: dunia khayal).
Selanjutnya
Karl Marx menggunakan teori Sosialisme Ilmiah untuk membedakan
dengan teori sosialisme utopi (Utopi : Dunia Khayal).
Sosialisme Ilmiah (Socialism Scientific)
merupakan pemikiran yang melawanan segala bentuk utopia idealistik atau bentuk
perlawanan terhadap idealisme positif. Pemahaman Marx terhadap ketimpangan
sosial berubah setelah ia menyaksikan revolusi Inggris dan Perancis yang
menghantarkanya pada kesimpulan bahwa perubahan mesti dilakukan dengan cara
kekerasan (revolusi).
Gerakan sosial muncul
secara serentak dalam bentuk revolusi sosial sebagai reaksi terhadap
kepincangan sosial-ekonomi di kota-kota besar akibat Revolusi Agraria dan
Revolusi Industri. Pada masa itu, golongan pengusaha, pemilik pabrik, dan para
pedagang hidup makmur, tetapi kaum buruh yang bekerja di pabrik-pabrik atau
pertambangan sangat menderita karena upah buruh sangat rendah. Oleh karena itu,
di kota-kota besar sering terjadi kejahatan. Keadaan demikian menimbulkan
kritik-kritik yang tajam terhadap sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan
paham liberal. Kritik-kritik tajam itu dilontarkan oleh golongan yang menganut
paham sosialis. Sosialisme mula-mula muncul di Prancis sebagai reaksi terhadap
paham liberal. Sosialisme kemudian menjalar ke Inggris dan akhirnya dikembangkan
oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (bangsa Yahudi–Jerman). Hasil pemikiran
kedua tokoh itu dituangkan ke dalam buku yang berjudul Das Kapital. Ajaran Karl
Marx kemudian terkenal dengan nama Marxisme atau Wetenschppelijk Sosialisme
(sosialisme yang bersifat ilmu pengetahuan).
Karl Marx selanjutnya
menyebut ajarannya itu sebagai komunisme dan pengikutnya disebut komunis.
Istilah komunisme sendiri sebenarnya bukan ciptaan Karl Marx, melainkan ciptaan
sosialis Prancis, Cabet. Kata komunis itu berasal dari bahasa Latin communio
yang artinya kepunyaan bersama. Kepunyaan bersama ini didasarkan atas
penghasilan yang disebabkan oleh tenaga dan menghapuskan hak milik perseorangan
Unsur-unsur Pemikiran dan Kebijakan Sosialisme
Unsur-unsur
pemikiran dan kebijaksanaansosialisme ketika lahir di Inggris ilah sebagai
berikut :
a. Agama
Pada buku The Labour Party in Perspective, Attiee menulis bahwa “ …dalam
pembentukan gerakan sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat” gerakan
sosialas Kristen dipimpin oleh dua orang biarawan, yakni Frederick Maurice dan
Charles Kingsley mencapai puncak kejayaannya pada pertentangan orgnisasi kelas
buruh dan sosial di kemudin hari.
b. Idealisme Etnis
dan Estetis
Pengaruh Ruskin dan Morris yang menunjukkkan secara fisik dan moral salah
menyangkut peradaban yang dibangun di atas perselisihan dan kemeratan, tetapi
mereka tidak merumuskan program-program tertentu untuk memperbaiki kondisi yang
dikeritiknya. Meskipun demikian, pemberontakan estetika dan etika ini membawa
pengaruh yang penting dalam mempersiapkan suatu lingakungan intelektual tentang
nantinya sosialisme mendapat tanggapan yang simpatik.
c. Empirisme
Fabian
Ini merupakan ciri gerakn sosialis Inggris yang khas. Pendiri dan anggota
pertama masyarakat Fabian adalah George Bernard Shaw, Sidney dan Beatrice Webb,
H.G. Welis dan Graham Wallas. Webb menyatakan bahwa sosialisme merupakan hasil
yang tiak dapat dielakkan dari keberhasilan demokrasi, tetapi ia menandaskan “kepastian
yang dating secara bertahap”, yang sangat berbeda dari kapastian revolusi yang
dicanangkan Marx. Masyarakat Fabian berangkat dari anggapan bahwa tidak akan
ada kemajuan kearah tatanan masyarakat yang adil kalau kepada kelas menengah
dan dikelas atasnya tidak diperlihatkan kelogisan dan keadilan yang ditampilkan
oleh seruan-seruan pokok dalam pemikiran dan kebijakan sosialis.
d. Liberalisme
Liberalisme telah memberikan banyak sumbangan yang dapat tahan lama bagi
sosilisme Inggris. Karena pengarh Liberalisme, para pemimpin lebih moderat dan
kurang terpaku pada doktrin. Liberalism telah mengubah Partai Buruh menjadi
sebuh partai nasionalis dan bukannya menhjadi partai yang didasarkan pada
kelas. Leberalisme juga telah mewarisi kepada Partai Buruh pesan Kaum Liberal
bahwa pembaharuan akan tercapai tanpa kedengkian dan kebencian.
SOSIALISME DI BERBAGAI
NEGARA
Kemenangan bangsa-bangsa
demokrasi dalam perang dunia I memberikan dorongan yang kuat bagi partumbuhan
partai sosialis di seluruh dunia. Perang telah dilancarkan untuk mempertahankan
cita-cita kemerdekaan dan keadaan sosial terhadap imperialisme totaliter Jerman
dan Sekutu-sekutunya. Selama peperangan telah dijanjikan kepada rakyat-rakyat
negara demokratis yang ikut berperang, bahwa kemenangan militer akan disusul
dengan suatu penyusunan kehidupan sosial baru berdasarkan kesempatan dan
persamaan yang lebih banyak.
Di Inggris dukungan
terbesar terhadap gerakan sosialisme muncul dari Partai Buruh mencerminkan
pertumbuhanuruh dan perkembangannya suatu proses terhadap susunan sosial yang
lama. Pada awal pertumbuhan hanya memperoleh suara (dukungan) yang kecil dalam
perwakilannya di parlemen. Selanjutnya menjadi partai yang lebih bersifat
nasional setelah masuknya bekas anggota partai liberal. Banyak programnya yang
berasal dari kaum sosialis,terutama dari kelompok Febiaan berhasil memperkuat
posisi partai karena dapat memenuhi keinginan masyarakat. Kemajuan yang dapat
dicapaimisalnya dalam bidang (1) pemerataan pendapatan (2)distribusi pendapatan
(3) pendidikan (4) perumahan (Anthony Crosland, 1976: 265-268).
Di Negara-negara Eropa
lainnya seperti Perancis, Swedia, Norwegia, Denmark dan juga Australia dan
Selandia Baru partai-partai sosial berhasil memegang kekuasaan pemerintahan
melalui pemilu-pemilu bebas. Hal tersebut berarti kalau kita berbicara
sosialisme, maka kita menghubungkan dengan sosialisme demokrasi tipe reformasi
liberal. Hal ini perlu dibedakan dengan sosialisme otoriter atau komunisme
seperti yang terlihat di Soviet dan RRC.
Selama tahun 1920-an
dan 1930-an, kaum sosialis di Eropa dan Amerika melakukan serangan baru
terhadap kelemahan kapitalisme, ungkapan-ungkapan misalnya : ketimpangan
ekonomi, pengangguran kronis, kekayaan privat dan kemiskinan umum, menjadi
slogan-slogan umum. Di Eropa partai sosialis demokratis dipengaruhi Marxisme
revisionis,solidaritas kelas pekerja, dan pembentukan sosialis yang papa akhirnya
melalui cara demokratis sebagai alat untuk memperbaiki kekurangan system
kapitalis. Periode tersebut merupakan era menggejolaknya aktivitas sosialis.
Setelah PD II terjadi
perubahan besar dalam pemikiran kaum sosialis. Pada permulaan tahun 1960 banyak
diantara partai sosialis demokrat Eropa yang melepaskan dengan hubungan
ikatan-ikatan idiology Marx. Mereka mengubah sikapnya terhadap hak milik privat
dan tujuan mereka yang semula tentang hak milik kolektif secara total.
Perhatian mereka curahkan terhadap upaya “ menyempurnakan ramuan”pada
perekonomian yang sudah menjadi ekonomi campuran. Akibatnya disfungsi antara
sosialis dan negara kesejahteraan modern (The modern welfare state) kini
dianggap orang sebagai perbedaan yang bersifat gradual.
Menurut Milton H
Spencer sosialisme demokrasi modern merupakan suatu gerakan yang berupaya untuk
memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui tindakan (1) memperkenalkan adanya
hak milik privat atas alat-alat produksi (2) melaksanakan pemilikan oleh Negara
(public ounership) hanya apabila hal tersebut diperlukan demi kepentingan
masyarakat (3) mengandalkan diri secara maksimal atas perekonomian pasar dan
membantunya dengan perencanaan guna mencapai sasaran sosial dan ekonomis yang
diinginkan ( Winardi, 1986: 204).
Bagaimanakah sosialisme
di Negara-negara berkembang ?. Negara-negara miskin berhasrat untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari segi kepentingan dalam negeri pertumbuhan
ekonoimi yang tinggi merupakan satu-satunya cara untuk mencapai srtandart hidup,
kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Ada dua cara untuk mencapai
pembangunan ekonomi yang pesat: Pertama cara yang telah digunakan oleh Negara
Barat (maju), pasar bebas merupakan alat utama untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.Kedua komunisme, dalam metode ini Negara memiliki alat-alat
produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Dalam menghadapi
masalah modernisasi ekonomi Negara-negara berkembang pada umumnya tidak mau
meniru proses pembangunan kapitalis Barat atau jalur pembangunan komunisme.
Mereka menetapkan sendiri cara-cara yang sesuai dengan kondisi masing-masing
Negara. Ketiga jalan ketiga disebut Sosialisme. Dalam konteks negara
terbelakang/berkembang sosialisme mengandung banyak arti pertama di dunia yang
sedang berkembang sosialisme berarti cita-cita keadilan sosial . Kedua istilah
sosialisme di Negara-negara berkembang sering berarti persaudaraan, kemanusiaan
dan perdamaian dunia yang berlandaskan hukum. Arti Ketiga sosialisme di Negara
berkembang ialah komitmen pada perancangan ( Willan Ebenstein,1994: 248-249).
Melihat tersebut di
atas arti sosialisme pada negara berkembang dengan Negara yang lebih makmur
karena perbedaan situasi histories. Di dunia Barat sosialisme tidak diartikan
sebagai cara mengindustrialisasikan Negara yang belum maju, tetapi cara
mendistribusikan kekayaan masyarakat secara lebih merata. Sebaliknya,
sosialisme di Negara berkembang dimaksudkan untuk membangun suatu perekonomian
industri dengan tujuan menaikkan tingkat ekonomi dan pendidikan masa rakyat , maka
sosialisme di negara Barat pada umumnya berkembang dengan sangat baik dalam
kerangka pemerintahan yang mantap (seperti di Inggris dan Skandinavia) ,
sedangkan di Negara berkembang sosialisme sering berjalan dengan beban tardisi
pemerintahan yang otoriter oleh kekuatan imperialism easing atau oleh penguasa
setempat.Karena itu ada dugaan sosialisme di Negara berkembang menunjukkan
toleransi yang lebih besar terhadap praktek otoriter dibandingkan dengan dengan
yang terjadi sosialisme di Negara Barat. Kalau Negara-negara berkembang gagal
dalam usahanya mensintesakan pemerintahan yang konstitusional dan perencanaan
ekonomi , maka mereka menganggap bahwa pemerintahan konstitusional dapat
dikorbankan demi memperjuangkan pembangunan ekonomi yang pesat melalui perencanaan
dan pemilikan industri oleh Negara.
Jika kita perhatikan
dalam sejarah bangsa Indonesia , pada awal kemerdekaan sampai tahun 1965 pernah
pula diintrodusir konsep sosialisme ala Indonesia .Apakah itu sebagai akibat
pengaruh PKI atau ada aspek-aspek tertentu yang memang sesuai dengan kondisi di
negara kita. Yang jelas sejak memasuki Orde Baru “sosialisme” itu tidak
terdengar lagi .
Adanya perbedaan
pengertian mengenai konsep sosialisme , memberikan wawasan kepada kita bahwa
suatu ideology politik yang dianut oleh suatu Negara belum tentu cocok untuk
negar lain . Melalui pemahaman ini dapat dipetik manfaatnya untuk pengembangan
pembangunan nasional demi tercapainya tujuan nasional seperti yang terumuskan
dalam UUD 1945.
KOMUNIS INTERNASIONAL
Komunis internasional
sebagai teori ideologi mulai diterapkan setelah meletusnya Revolusi Bolshevik
di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai
sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang
masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan
Laos. Komunis internasional adalah teori yang disebutkan oleh Karl Marx.
Sedikit berbeda Ideologi komunisme di
Tiongkok daripada dengan Marxisme-Leninisme yang diadopsi bekas Uni Soviet. Mao
Zedong menyatukan berbagai filsafat kuno dari Tiongkok dengan Marxisme yang
kemudian ia sebut sebagai Maoisme. Perbedaan mendasar dari komunisme Tiongkok
dengan komunisme di negara lainnya adalah bahwa komunisme di Tiongkok lebih
mementingkan peran petani daripada buruh. Ini disebabkan karena kondisi
Tiongkok yang khusus di mana buruh dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari
kapitalisme.
KOMUNIS DI INDONESIA
Pada tahun 1913 paham komunis masuk ke
Indonesia oleh HFJ Sneevliet (1883-1942). Sebagaimana di negeri-negeri lain,
yang tertarik pada faham komunis umumnya adalah kaum jelata karena memang faham
ini konon untuk membela kaum jelata dan menjadikan kaum elit sebagai musuh. Basis pendukungnya
adalah buruh dan tani. Di Indonesia yang saat itu di bawah pemerintahan kolonial, menjadi bangsa yang sengsara di negeri
sendiri. Menjadikan Indonesia sangat tepat untuk ditanami paham komunis pada
masyarakatnya.
Sneevliet pada tahun
1914 didirikan Persatuan Sosial Demokrat Indonesia (ISDV), yang pada awalnya
terdiri dari 85 anggota dua partai sosialis Belanda (Partai Buruh Sosial
Demokrat yang berbasis massa di bawah kepemimpinan reformis, dan Partai Sosial
Demokrat yang merupakan cikal bakal Partai Komunis, terbentuk setelah perpecahan
politik dengan SDAP di tahun 1909)
Sejak mulanya tendensi
revolusioner mengendalikan ISDV, sikapnya militan terhadap isu-isu lokal
(misalnya, kampanye mendukung seorang jurnalis Indonesia yang diadili karena
melanggar hukum pengendalian pers, dan juga mengadakan rapat umum menentang
persiapan perang yang dilakukan oleh pemerintah Belanda) dan selain itu ISDV
juga melibatkan diri dalam pergerakan nasional. Pada tahap itu orang Eropa
anggota ISDV Belanda boleh masuk Insulinde sebagai anggota individual. Pimpinan
Insulinde dan Sarekat Islam bersifat kelas menengah, tetapi senang dan
bersyukur menerima bantuan dari ISDV, dan hanya kaum sosialis siap membantu
pada saat itu.
Namun demikian, tak
terelakkan konflik mulai timbul antara kepemimpinan ISDV dan Insulinde, dan
juga di dalam ISDV sendiri. ISDV menegaskan bahwa pejuangan melawan penjajahan
Belanda harus didukung kaum sosialis, dan menyatakan bahwa hal ini mencakup
perjuangan melawan sistem kaptialis. Pimpinan kelas menegah Insulinde (seperti
para pemimpin SI kemudian) secara naluriah menolak dengan keras pikiran itu,
dan mengedepankan “teori dua tahapan”. Dalam ISDV sendiri aliran refomis
meninggalkan partai itu di tahun 1916 dan mendirikan Partai Sosial Demokrat
Indonesia (ISDP), yang dalam waktu singkat langsung dekat dengan pemimpin kelas
menengah nasionalis. Di sisi lain, ISDV makin digemari dan dihormati kaum
militan Indonesia karena berani dan berprinsip dalam hal politik lokal.
Walaupun diserang para pemimpin nasionalis karena banyak yang berketurunan
Belanda, hal ini tidak merupakan rintangan dalam perjuangan membangun
organisasi revolusioner, dan merebut dukungan massal.
Banyak masalah sulit
yang dihadapi oleh ISDV di periode awal bangkitnya gerakan politik massa ini.
Pada 1915-18 penguasa Belanda menanggapi gerakan massa yang tumbuh dengan
mendirikan semacam “Volksraad” yang bertujuan membendung militansi massa. ISDV
– berlawanan dengan pimpinan nasionalis dan ISDP – pada mulanya memboikot badan
ini, tetapi kemudian membatalkan keputusan itu ketika mulai jelas bahwa
Volksraad itu dapat dimanfaatkan sebagai medan propaganda revolusioner.
Sneevliet juga memegang
peran penting dalam Serikat Staf Kereta Api dan Trem (VSTP), pada saat itu
kecil saja, dan sebagian besar anggotanya berkulit putih. Sneevliet mengarahkan
VSTP kepada bagian besar buruh yang pribumi, dan pada saat bersamaan berusaha
menguatkan struktur organisasinya dengan menegaskan pentingnya pengurusan
cabang cabang yang baik, juga konperensi tahunan, penarikan sumbangan anggota,
dsb. Dalam jangka waktu singkat anggota serikat ini menjadi dua kali lipat, dan
sebagian besar pribumi. Kesuksesan VSTP meraih hormat bagi gerakan sosialis,
dan memungkinkan Sneevliet merekrut para aktivis buruh ke dalam ISDV. Yang
terpenting di antaranya adalah Semaun, seorang pemuda buruh perusahaan kereta
api yang pada tahun 1916 (saat berusia 17 tahun), menjadi kepala Serikat Islam
di Semarang, dan di kemudian hari menjadi tokoh penting dalam PKI.
Liberalisme Belanda
tidak mendorong perjuangan buruh. Pemogokan dibalas dengan PHK massal,
pembuangan para aktivis ke pulau-pulau terpencil, dan tindakan apa saja yang
perlu untuk menghancurkan gerakan buruh. Dalam periode itu jarang sekali
pemogokan buruh menemui kesuksesan, dan tidak mungkin berhasil memengaruhi
perjuangan luas. Dilawan oleh majikan yang kuat, terbatas kemungkinan memajukan
kondisi kaum buruh lewat perundingan.
Meskipun demikian
gerakan serikat buruh bertahan dan berkembang. Kenyataan ini hanya bisa
diterangkan dengan kekuatan dan daya tahan kaum buruh, dengan tumbuhnya jumlah
dan pengalaman kaum buruh, dan di pihak lain, diterangkan oleh kenyataan bahwa
perjuangan serikat buruh] tidak dapat dipisahkan dari perjuangan yang lebih
luas yang dilakukan oleh rakyat Indonesia dalam melawan penindasan dan penghisapan
pemerintah Belanda.
Sebagian besar kaum
petani tetap mengikuti adat dan agama, kelihatannya pasif kalau ditindas,
petani pada waktu itu pandangannya terbatas oleh kepentingan dan masalah
kehidupan desa, tidak dapat diharapkan menunjang program sosialis dengan
pemikiran yang termaju. Kaum petani hanya bisa memihak segi program sosialis
yang merefleksikan kepentingan kaum tani sendiri, dan memihak perjuangan
militan yang membantu tuntutan itu. Namun dukungan seperti itu juga biasanya
sporadis, ekspolsif, dan tidak lengkap, selaras dengan karakter kaum tani
sendiri – yaitu suatu kelas yang heterogen, produsen kecil yang terisolir, dan
yang menurut kepentingan sendiri. Oleh karena itu kaum petani mungkin memihak
kaum buruh, tetapi juga mungkin memihak demagogi kaum nasionalis, mistik agama
atau aliran lain yang menawarkan pemecahan segera bagi persoalan kongkrit yang
mereka hadapi.
Dalam pengertian
perspektif dan teoris, di satu sisi, sebagai organisasi kader ISDV amat lemah.
Pengusiran Sneevliet dari Indonesia pada tahun 1918 meninggalkan jurang tak
terjembatani di pucuk pimpinan organisasi itu. Tidak ada pemimpin, baik
keturunan Belanda maupun pribumi, walaupun trampil sebagai pejuang
revolusioner, memiliki pengalaman dan pemandangan marxis yang cukup luas untuk
mengemudikan partai secara tepat saat menghadapi tikungan yang tajam dan
mendadak.
Potensi revolusioner
ISDV yang gemilang pada era itu ditunjukkan tahun 1917-1918, saat partai itu
segera mendukung Revolusi Rusia dan dengan cepat menarik implikasi revolusi itu
bagi revolusi di negara Eropa dan Indonesia sendiri. Belajar dari pengalaman
Rusia, ISDV mulai mengorganisir serdadu dan pelaut di Indonesia, dan dengan
usaha itu berhasil menarik pengikut sekitar 3,000 orang di angkatan bersenjata
Belanda.
Pada akhir tahun 1918,
saat Belanda di ambang revolusi, pemerintah kolonial bingung karena
kelihatannya mungkin ada perebutan kekuasaan revolusioner di Belanda, dan
mungkin sesudahnya di Indonesia juga. Pada saat itu sosial demokrat Belanda
kehilangan keberaniannya. Pemerintah kolonial menjanjikan berberapa perbaikan
situasi, dan situasi revolusioner reda.
Situasi di Indonesia
pada tahun 1918-1919 penuh gejolak, karena kisis ekonomi menghantam para
pekerja dan timbulkan perlawanan dengan kekerasan di kalangan kaum tani.
Kejadian ini melatarbelakangi pertumbuhan ISDV/PKI secara massal, dan juga
menyebabkan reaksi dari segi pemerintah.
Paham komunis juga masuk di daerah Sumatra
barat. Haji Datuk Batuah pada tahun 1923 ia menanamkan ajaran komunis di
kalangan pelajar-pelajar dan guru-guru muda Sumatera Thawalib Padang Panjang.
Sumatera Thawalib adalah suatu lembaga pendidikan yang dimiliki oleh kalangan pembaharu Islam di
Sumatera Barat, dimana haji Batuah
merupakan salah seorang pengajarnya. akhirnya menyebar ke berbagai daerah
Sumatera Barat dibawa oleh para lulusan sekolah tersebut ke daerah asalnya. Penyebaran ini terutama
dilakukan di kalangan petani. Oleh masyarakat setempat ajaran komunis ini
disebut “ilmu kominih” (Schrieke, 1960: 155).
Ilmu ini menggabungkan ajaran Islam dengan ide anti penjajahan Belanda,
anti imperialisme-anti kapitalisme dan
ajaran Marxis.
Pada akhir tahun 1923
Datuk Batuah, bersama-sama dengan Nazar Zaenuddin mendirikan pusat Komunikasi Islam di Padang
panjang. Dalam waktu yang hampir
bersamaan Datuk Batuah menerbitkan harian “Pemandangan Islam” dan dan
Nazar Zaenuddin menerbitkan
“Djago-Djago”. Lembaga Pusat Komunikasi Islam dan kedua harian tersebut digunakan sebagai media
penyiaran paham komunis.
Pada pagi 11 Nopember
1923 Datuk Batuah dan Nazar Zaenuddin ditangkap pemerintah kolonial Belanda.
Segera setelah itu pusat propaganda komunis berpindah ke Padang ( Schreike,
1960: 60). Pucuk kepemimpinan PKI
Sumatera Barat kemudian di ambil alih oleh Sutan Said Ali. Pada waktu itu kegiatan orang-orang
komunis di seluruh nusantara menunjukkan
peningkatan yang pesat. Hal ini karena pada akhir tahun 1923 Darsono,
seorang tokoh, komunis kembali di Hindia
Belanda dari Moskow atas perintah komintern untuk mendampingi Semaun, Alimin dan Muso. Suatu hal yang menyebabkan pesatnya
perkembangan komunis di Sumatera Barat
adalah dileburnya Sarekat Rakyat Sumatera Barat ke dalam PKI. Sarekat
Rakyat ini semula bernama Sarekat Islam
Merah, suatu organisasi pecahan Sarekat Islam yang berorientesi kepada paham komunis, dimana di
Sumetera Barat mempunyai anggota yang
cukup banyak (Kahin, 1952: 70).
Dileburnya Sarekat
Rakyat ke dalam PKI, maka jumlah anggota inti PKI Sumatera Barat meningkat
berlipat ganda. Jika pada tanggal 1 Juni 1924 semua anggota inti PKI Sumatera Barat tercatat hanya
berjumlah 158 Orang, maka pada tanggal 31
Desember 1924 telah menjadi 600 orang, tiga bulan kemudian menjadi 884
orang. Daerah-daerah yang tercatat
sebagai basis PKI adalah: Kota Lawas, pariaman, Sawah Lunto, Tikalah, padang dan Silungkang.
Partai Komunis
Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis dengan lambing palu dan arit ini. Dalam sejarahnya, pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan
pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada
tahun 1948 dan dicap oleh rezim Orde Baru ikut mendalangi pemberontakan G30S
pada tahun 1965. Namun tuduhan dalang PKI dalam pemberontakan tahun 1965 tidak
pernah terbukti secara tuntas, dan masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran
tuduhan bahwa pemberontakan itu didalangi PKI. Sumber luar memberikan fakta
lain bahwa PKI tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto
(dan CIA). Hal ini masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota
PKI dan beberapa orang yang lolos dari pembantaian anti PKI.
Pembantaian manusia secara sia-sia oleh tentara
dan kelompok-kelompok agama terhadap orang-orang yang dicurigai dan dituduh
mempunyai hubungan dengan PKI pada pertengahan tahun 1960-an. Hal ini juga
membawa kesengsaraan luar biasa bagi para warga Indonesia dan anggota keluarga
yang dituduh komunis meskipun belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara
500.000 sampai 2 juta jiwa manusia dibantai di Jawa dan Bali setelah peristiwa
Gerakan 30 September 1965.
DAFTAR PUSTAKA
http://euissundani.blogspot.co.id/2014/12/paham-sosialisme-dan-paham-komunisme (diakses Kamis, 18 Desember 2014)
https://serbasejarah.wordpress.com/sosialisme-sebagai-ideologi-politik/ (diakses tanggal 18 april 2009)
https://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme (diakses tanggal 13 Juli 2015)
Senin, 09 Januari 2017
Sejarah Perkembangan Kapitalisme Kuno
A.
PENDAHULUAN
Kapitalisme sebenarnya bukanlah hal yang baru
untuk untuk di perbincangkan, tetapi melihat pengaruhnya yang masih begitu kuat
terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat dunia umumnya dan Indonesia
khususnya membuat kapitalisme tak pernah berhenti untuk diperbincangkan.
Oleh karena itu tiada salah bila kita sekali lagi mengenal sedikit tentang
kapitalisme dan sejarah perkembangannya. Kapitalisme jika dilihat dari segi
etimologi yaitu berasal dari dua kata “Capital (modal) dan Isme (paham atau
cara pandang). Namun jika kita telusuri makna dari kapitalisme sendiri yait
berasal dari bahasa latin caput yang
berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas, misalnya dalam istilah “pendapatan
per kapita” atau pendapatan per kepala. Apa hubungannya dengan “capital” yang
lain yang sering kita terjemahkan sebagai “modal”? Konon kekayaan penduduk
Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia miliki.[3]
Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika kemudian
mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput. Sekarang jelas sudah, mengapa
kita menterjemahkan capital sebagai “modal”. Sementara” Isme” sendiri mengacu
kepada paham, “ideologi” cara pandang atau cara hidup yang diterima oleh
sekelompok luas masyarakat dan karenanya menjadi konvensi, karea dapat saja
ditolak oleh kelompok masyarakat yang lainnya, sehingga kapitalisme adalah modal
–isme atau paham yang berdasarkan modal (pemilik modal).
Kapitalisme merupakan sistem perekonomian
yang menekankan peran Capital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya,
termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Beberapa ahli
mendefinisikan kapitalisme sepertihalnya Ebenstein, menyebut kapitalisme
sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian.
Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme.
Sedangkan Hayek, memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam
ekonomi. Menurut Ayn Rand, kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights,
including property rights, in which all property is privately owned”.
(Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu,
termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat). Heilbroner, secara
dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat
tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud
mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses
kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat.
Istilah “formasi sosial” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai
oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation
Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat
formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
Keadaan kemudian berubah ketika gelombang
industrialisasi melanda negara-negara Eropa Barat. Di dalam masyarakat
tradisional tersebut terjadi perubahan, dimana sistem ekonomi bersekala kecil
mulai diguncang oleh adanya industrialisasi sebagai sistem ekonomi bersekala
besar. Sebenarnya industrialisasi itu muncul karena pengaruh zaman Renaissance
yang melanda Eropa pada abad ke-15 hingga abad 19, yaitu pada masa perkembangan
perbankkan komersial di eropa ada zaman dahulu.[4]
Dimana sekelompok individu maupun kelompok luas dapat bertindak sebagai badan
tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan
perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah
dan manusia guna proses perubahan dari barang modal menjadi barang jadi. Untuk
mendapatkan modal-moda tersebut maka para kapitalis tersebut harus mendapatkan
bahan baku dan mesin terlebih dahulu. Baru setelah itu buruh menjadi operator
atau tenaga produktif agar para kapitalis bisa mendapatkan nilai lebih dari
bahan baku tersebut.
B.
SEJARAH
PERKEMBANGAN KAPITALISME
1.
Kapitalisme
Awal
Ø Merkantilisme
Kapitalisme
mempunyai sejarah panjang yang mana sejak ditemukannya sistem perniagaan yang
dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild
sebagai cikal bakal kapitalisme. Kapitalisme merupakan cara pandang dalam
menjalani kegiatan ekonominya. Hal tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme
berkembang pada abat ke-15 sampai abad 18, dan berasal dari kata merchand yang artinya pedagang. Walaupun para ahli masih
meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab atau bukan,
namun aliran ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan teori ekonomi. Aliran
ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara semakin berkembang pesat.
Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi kebutuhannya dengan dengan
memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini berkembang paham bahwa jika
sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut harus melakukan perdagangan
dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas dan perak yang diterima
merupakan sumber kekayaan negara.[5]
Dalam bukunya yang
berjudul “England Treasure by Foreign
Trade” Thomas Mun menulis tentang
manfaat perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri
akan memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak.
Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa
yang di impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor
lebih besar daripada impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa
perdagangan domestik tidak dapat membuat negara lebih makmur, karena perolehan
logam mulia dari seorang warga negara adalah sama dengan hilangnya logam mulia
dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan persedian uang domestik
sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga memunculkan bahaya
karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang mewah.
Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan
mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi di dalam negeri
akan terlalu mahal bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari
yaitu dengan melakukan investasi kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan
lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun mengakui bahwa betapa pentingnya
investasi modal dan Ia memandang keseimbangan perdagangan merupakan sebuah cara
untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran
merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-15 sampai ke-18, era dimana
kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama
kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya
pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori
merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara
Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme
mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi
baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth
of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi
oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia.[6]
Ø Kolonialisme
Merkantilis merupakan model
kebijakan ekonomi dengan campur tangan pemerintah yang dominan, proteksionisme
serta politik kolonial, ditujukan dengan neraca perdagangan luar negeri yang
menguntungkan. Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan
dengan tujuan proteksi industri di dalam negeri, dan menjaga rencana
perdagangan yang menguntungkan, hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan
peranannya dalam perdagangan internasional dan perluasan-perluasan kolonialisme,
yang mana Kolonialisme sendiri merupakan suatu sistem dimana suatu negara
menguasai rakyat dan sumber daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan
dengan negeri asal dan tujuannya untuk menguras sumber-sumber kekayaan daerah
koloni demi perkembangan industri dan memenuhi kekayaan negara yang
melaksanakan politik kolonial tersebut. Pada zaman kolonialisme ini akumulasi
modal yang terkonsentrasi di Eropa (Inggris) didistribusikan ke penjuru dunia,
yang menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.[7]
Kelahiran kapitalisme dimasa
merkantilisme dan kolonialisme dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin
Luther yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi
dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya.
Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang
melakukan gerakan monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan
protesnya di seluruh penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik
pengampunan dosa yang diberlakukan Gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran
dasarnya, yaitu: “Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya
dan semata-mata lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat
menyelamatkan dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin
yang memberi dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras
mengakumulasi modal atas usahanya sendiri. Kemudian Franklin mengamanatkan
“Waktu adalah Uang”. Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan
tarcantum dalam buku An Inquiry into The
Nature and Causes of The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan
spirit kapitalismenya dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis
folologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa
barang langka akan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga
menjadi sulit didapatkan terutama oleh mereka yang berpenghasilan rendah.
Tetapi menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku produsen. Ketika
harga barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan yang
dijanjikan atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang
memproduksinya. Sehingga dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan
terpenuhi dan menjadi murah dan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Sehingga
masalah yang terjadi di masyarakat akan diselesaikan oleh the invisible hands.
2. Kapitalisme Klasik
Ø Revolusi Industri
Pada fase ini terjadi pergeseran
perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang
mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada masa Revolusi Industri
yaitu merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat agraris ke industri
serta perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga manusia ke tenaga mesin.
Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang
seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara
menentukan pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil memindahkan
industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di perkotaan selama
Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama dua
atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad 18. Penerapan
praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat
sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi
perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.
Tepat pada fase ini kapitalisme
mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire,
laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa
perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini semata-mata menggunakan
argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja menjadi parameter
keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial masyarakat. Kesuksesan
ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu hubungan antara
kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan kapitalisme terutama dalam
penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah kekuasaan sebagai
lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik erat kaitannya dengan
karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations
(1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme kuno sudah
berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
3. Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme lanjut dijelaskan mulai
berkembang sejak abad 19, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I sebagai momentum
utama. Abad 20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme yang sudah tidak lagi
bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase lanjut sebagai
peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama,
pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran
bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari
kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan
perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan
institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan kapital secara individu
atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad 20 berhasil tampil
meliuk-liuk dengan performance yang selalu bergerak mengadaptasikan kebutuhan
umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya.[8]
Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan
umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk
lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya
korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang
industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi
dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global.
Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational
Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas
bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara,
melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa
melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan semakin pentingnya modal,
peranan Negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang sama sekali. Negara hanya
sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam percaturan
ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai
fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah
yang dinubuat Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan
kekuasaan melalui pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan
Negara untuk memfasilitasi setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis
mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter dasar dari kapitalisme lanjut.
Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme lanjut adalah
kapitalisme monopoli atau kapitalisme kroni (crony capitalism).[9]
Sementara menurut pandangan Clauss
Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan pada stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif yang khas.
Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari
resiko-resiko yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis.
Kegiatan Negara dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang bisa
dipecahkan secara administratif sehingga dimensi praksisnya hilang.[10] Hubungan
faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara pandang
Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada
keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara bersamaan. Ia
memandang teori ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia membelokkan
apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik yang bebas nilai untuk melayani
tujuan dan target mental, dan untuk itu ia membuat ilmu ekonomi menjadi
persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi modal sekarang tidak
sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum, di balik nuansa ini,
tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka, para kelompok mayoritas
seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme model
baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga
konspirasi ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan
mekanisme ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat
dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara terbentuk atas pengaruh
kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World Bank/IMF, dan WTO
berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni
liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah kekuatan
terbesar dunia abad ini. Sehingga kita tidak pernah menemukan kebijakan
internasional yang tanpa memuat kepentingan ketiganya. Kita memang bisa
menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami sesederhana itu. Jika
hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx
dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan
bagaimana kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang
tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru secara mengejutkan,
bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan dalam masyarakat
kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba mengagregasikan
kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya
mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam
kaitannya dengan Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan
reinventing government, bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas
adalah milik kapitalisme, bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata
gagal dipraktekkan oleh komunisme. Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir
sejarah itu, threshold capitalism.
Ø Developmentalisme
Globalisasi kegiatan ekonomi dan
persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul setelah Perang Dunia II,
khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun 1960-an adalah masa munculnya
perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya perdagangan internasional.
Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap Bretton Woods ditinggalkan
pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk surat-surat berharga internasional
dan pemberian kredit oleh bank mulai berkembang dengan cepat, seiring dengan
meluasnya pasar modal ke seluruh dunia, yang menambah rumit hubungan ekonomi
internasional dan membuka jalan bagi globalisasi ekonomi dunia yang
terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase pasca PD II, strategi
ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para sekutunya adalah strategi
Developmentalisme yang arinya paham akan pembangunan[11],
untuk mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan
dukungan bagi orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal
dari jajaran militernya. Di Amerika Latin kita jumpai sejumlah regime yang
dipimpin oleh militer (otoriter), di Asia Tenggara dan Selatan juga dijumpai
regime otoriter yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada zaman ini
adalah anak emas yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan
investasi modal. Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada
sejumlah Negara-negara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika
dan Pasifik serta sebagian Negara-negara Amerika Latin.[12]
Akhirnya, globalisasi adalah bentuk baru hegemoni ekonomi, legitimasi baru
terhadap pasar, kompetisi dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok
sosialis, globalisasi menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas,
revolusi informasi, dunia sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah
juga merupakan legitimasi baru kapitalisme setelah runtuhnya komunisme,
seolah-olah sejarah berhenti dan waktunya habis. Revolusi informasi merupakan
dalih baru untuk menyatukan dunia atas nama tekhnologi komunikasi baru, dunia
sebagai satu desa dan hukum pasar.[13]
Ø Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses yang
menempatkan masyarakat dalam saling keterhubungan dalam bidang ekonomi, sosial,
politik, dan budaya. Paham yang demikian itu disebut globalisasi atau
neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi yaitu: Pertama, kekuatan
kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara imperialis pusat, Negara
menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki kekuasaan dalam mengatur
formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya ekonomi pada aktor-aktor
global termasuk MNC. MNC yang mampu beroperasi hampir di seluruh dunia, dan
merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu sendiri dikemudian hari yang
pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini begitu kuatnya seolah-olah
MNC telah menjadi parasit yang memakan induk semangnya dan menjadi lebih kuat
dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh Bretton Woods Institution,
yaitu: Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter Internasional (IMF) dan GATT/WTO
kemudian diaplikasikan pada tiga sistem yaitu liberalisasi perdagangan,
keuangan, investasi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga, dukungan pemerintah Negara-negara
sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi kaum kapitalis internasional di
Negara mereka.
Dampak perkembangan konstelasi
politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi yang telah masuk ke
segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional. Dampak dari perkembangan
ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah. Ternyata perkembangan ilmu
pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar antara Negara kaya dan
miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan internasional, dan masalah
perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga.[14]
Jelaslah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, dinamik yang menguasai
jurusan-jurusan pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya seperti juga
tekhnologi, tidak berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap
dengan tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh
karena itu pilihan tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai implikasi sosialnya.
Dalam hal ini ilmu pengetahuan dalam
bidang tekhnologi informasi memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan krisis di masyarakat
kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang masyarakat
kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara,
globalisasi dan logika neo-liberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah
ideologi sebagai dampak dari krisis kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem
sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni
perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan Bank
Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO,
Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang
dikenal dengan sebutan “neo-liberlisme”. Neo-liberalisme pada dasarnya tidak
ada bedanya dengan liberalisme. Para penganut neo-liberlisme percaya bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah hasil normal “kompetisi bebas”. Mereka percaya bahwa
‘pasar bebas” itu efisien, dan cara yang tepat untuk mengalokasikan sumberdaya
alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa
menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak. Kalau harga
murah, berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produksinya mulai
langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal ke sana. Oleh sebab itu,
harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa
neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut campur tangan dalam ekonomi.
“Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar”, demikian keyakinan mereka. Keputusan
individual atas interes pribadi diharapkan mendapat bimbingan dari invisible
hand (tangan yang tidak tampak), sehingga masyarakat akan mendapat berkah dari
ribuan keputusan individual tersebut. Kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang tersebut pada akhirnya akan trickle down (menetes ke bawah) kepada
anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu sedikit orang tersebut perlu
difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki. Krisis berkepanjangan
yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak depresi ekonomi 1930-an
berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum beralih memperbesar
pemerintah sejak Roosevelt dengan “New Deal” tahun 1935. Tetapi dalam
perjalanan kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi kapital
menjadi lambat. Kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat
pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan
segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan memberlakukan perlindungan
hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik), penghapusan
subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society,
program anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan
perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Dengan
demikian globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham
liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme
sesungguhnya ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan
swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan
inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan “parasit”
pemerintah, yang tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar
kaum neo-liberal adalah “Liberalisasikan perdagangan dan keuangan”, “Biarkan
pasar menentukan harga”, “Akhiri inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan
privatisasi”, “Pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan”. Paham
inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan “consensus” yang dipaksakan
yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah suatu tata dunia.
Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-Liberal Washington Consensus”, yang terdiri dari para
pembela ekonomi swasta terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang
mengontrol dan menguasai ekonomi internasional dan memiliki kekuasaan untuk
mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk opini publik.
Pokok-pokok pendirian neo-liberal
meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah,
misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang perburuhan, investasi,
harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri untuk tumbuh dengan
menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi Negara kepada rakyat
karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas. Negara harus
melakukan swastanisasi semua perusahaan Negara, karena perusahaan Negara dibuat
untuk melaksanakan subsidi Negara pada rakyat. Ini juga menghambat persaingan
bebas. Ketiga, hapuskan ideologi “kesejahteraan bersama” dan pemilikan komunal
seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat “tradisional” karena
menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya alam kepada ahlinya,
bukan kepada masyarakat “tradisional” (sebutan bagi masyarakat adaptif) yang
tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien dan efektif.
“Aku rela bekerja keras, bahkan aku
rela sampai mati,
tapi tidak untuk orang-orang yang
serakah”
~The new rullers of the world~
[1] Materi ini disampaikan dalam Prakondisi PETA
II SMI Cab. Semarang Pada tanggal 15 Pebruari 2014 di Semarang
[2] Pemateri Prakondisi PETA II SMI Cab.
Semarang Pada tanggal 15 Pebruari 2014 di Semarang
[3] Definisi
secara sederhana, corak produksi adalah cara masyarakat manusia, pada umumnya,
dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan di suatu tempat dan pada suatu
waktu. Misalnya, cara memenuhi kebutuhan makan dan pakaian pada masyarakat kuno
berbeda dengan masyarakat sekarang ini. Dalam kata lain, corak produksi adalah
cara masyarakat manusia memproduksi dan mendistribusikan kesejahteraan sosial
yang dibuatnya.
[4] Samekto Adji, Kapitalisme, Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan, Genta Press,
Yogyakarta, 2008
[5]
Lihat teori Merkantilisme, Thomas Mun
[7] Galery Artikel, Kolonialisme, Imperialisme, Merkantilisme, Kapitalisme, Dan Revolusi Industri, http://networkedblogs.com/wju1l (online)
[8] Penjelasan ini sekaligus mengawali kajian tentang Kapitalisme fase lanjut
atau kapitalisme mutakhir seperti yang diratapi oleh Daniel Bell. Beberapa kajian dalam poin
ini sepenuhnya mengacu ke sana. Untuk memperjelas keterangan ini periksa karya
Bell seperti (1) The End of Ideology, New York: Free Press, 1960; (2) The
Coming of Post Industrial Society, New York: Penguin Books Edition, 1973;
(3) The Cultural Contradictions of Capitalism, New York: Basic Books,
1976. Sedangkan untuk edisi Indonesia, karya Bell ini dapat diperhatikan di
Y.B. Mangunwijaya (ed.), Tekhnologi dan Dampak Lingkungannya, Volume II,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985; atau Daniel Bell dan Irving Kristol
(ed.), Model dan Realita di Dalam Wacana Ekonomi, Dalam Krisis Teori Ekonomi,
Jakarta: LP3ES, 1988.
[9] Kapitalisme monopoli sebagai bentuk dari kapitalisme fase lanjut seringkali
diberi pengertian yang merujuk pada peran penting dari kolaborasi di tingkat
birokrat Negara dan pengusaha kapitalis untuk menguasai lahan produksi yang
ditujukan pada kepentingan-kepentingan publik.
[11] Dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan menjadi pembangunanisme.
Developmen-talisme adalah sebuah istilah ekonomi-politik. Sebuah konsep atau
kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang dicetuskan pada masa
Presiden Harry S Truman pada tahun 1949 untuk menjawab berbagai permasalahan
kemiskinan atau keterbelakangan (Underdevelopment) yang terjadi di
Negara-negara dunia ketiga, sekaligus sebagai alat ideologi untuk membendung
sosialisme.
[12] Fase di mana dekolonisasi ditawarkan bagi dunia ketiga dan terjadi proses
eksploitasi kapitalisme dari yang bersifat kolonilistik kepada fase yang
bersifat lunak
[13] Hasan Hanafi, Cakrawala Baru Peradaban
Global: Revolusi Islam Untuk Globalisme, Pluralisme, Egalitarianisme Antar
Peradaban, IRCiSoD, Yogyakarta, 2003